KOMPAS.com — Hasil hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei dalam Pilkada DKI Jakarta menunjukkan bahwa pasangan nomor pemilihan 2, Ahok-Djarot, mendulang suara paling banyak, yaitu sekitar 43 persen. Sementara itu, calon nomor pemilihan 1, Agus-Sylvi, berada di urutan paling buncit, yaitu sekitar 17 persen.
Karena tidak ada yang mencapai 50 persen plus 1, Pilkada DKI kemungkinan bakal dilanjutkan dengan putaran kedua antara Ahok-Djarot dan Anies-Sandi yang berhasil mendulang suara sekitar 39 persen. Kepastiannya, tentu kita tunggu hasil akhir penghitungan suara yang dilakukan KPU DKI Jakarta.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita memaknai angka-angka itu? Apakah angka-angka itu bisa kita maknai secara sederhana sebagai Ahok menang dan Agus kalah? Tergantung dari sudut mana kita melihatnya.
Seorang kawan saya berseru dengan girang, "Ahok menang. Bayangkan, dihajar isu penistaan agama, menjadi terdakwa, didesak, ditahan, dan dipenjarakan, didemo '7 juta orang', dikafir-kafirkan, elektabilitasnya pernah melorot jauh di bawah Agus, tetapi bisa jadi nomor 1 di putaran pertama."
Salah? Tidak juga. Faktanya memang demikian.
Seorang kawan saya yang lain melihat dengan cara yang berbeda. Baginya, Ahok kalah telak karena tak mampu menang dalam satu putaran.
Ahok, yang dulu begitu digdaya mampu mengumpulkan 1 juta data KTP, lalu maju dalam pilkada dengan dukungan partai-partai besar dan selebritas yang berlimpah, ternyata tidak mampu meraup suara 50 persen plus 1.
Salah? Tidak. Faktanya memang begitu.
Ada juga yang memaknai angka-angka perolehan suara pada putaran pertama menunjukkan bahwa mayoritas warga Jakarta tidak menginginkan Ahok-Djarot kembali memimpin kota ini.
Perhitungannya sederhana, mereka yang tidak memilih Ahok, yaitu mereka yang memilih Agus-Sylvi dan Anies-Sandi, total suaranya mencapai sekitar 56 persen.
Salah? Tidak. Faktanya total suara yang tidak memilih Ahok-Djarot jika diakumulasikan memang lebih banyak.
Lalu, mana yang benar dari pandangan-pandangan itu? Tergantung apa isi kepala dan ego Anda memaknai angka-angka itu. Kebenaran tidak terletak pada angka-angka tersebut, tetapi pada pikiran dan preferensi ego pemaknanya.
Agus
Tentang Agus, apakah ia betul kalah pada putaran pertama? Secara faktual, Agus memang tereliminasi dan tak mampu melaju ke putaran kedua. Mereka yang jengah melihat "ke-baperan" Pepo bersorak girang.
Angka perolehan suara Agus memang bisa dimaknai sebagai kekalahan jika dibanding dengan perolehan suara Ahok-Djarot atau Anies-Sandiaga. Namun, angka itu juga bisa dimaknai sebagai kemenangan.