Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Margianto
Managing Editor Kompas.com

Wartawan Kompas.com. Meminati isu-isu politik dan keberagaman. Penikmat bintang-bintang di langit malam. 

Betulkah Ahok Menang dan Agus Kalah?

Kompas.com - 16/02/2017, 14:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Bayangkan, seorang "anak bawang" yang keluar dari tentara dengan pangkat mayor mampu mendulang suara hingga 17 persen. Angka yang tidak kecil untuk ukuran bersaing dengan tokoh politik senior, seperti Ahok-Djarot, yang notabene adalah petahana dengan segala catatan keberhasilan perubahan Jakarta, serta Anies yang mantan menteri dengan catatan kiprah aktivitas sosialnya, dan Sandiaga, seorang pengusaha sukses.

Pandangan yang tidak sepakat dengan signifikansi angka 17 persen milik Agus akan mengatakan, "... tetapi kan Agus anak SBY". Suaranya terdongkrak karena pamor bapaknya yang pernah jadi presiden selama dua periode.

Betul, Agus memang anak SBY. Namun, adakah klan SBY lain akan mampu memperoleh suara sebesar itu jika maju dalam Pilkada DKI Jakarta berhadapan dengan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi?

Terdongkraknya popularitas Agus adalah kemenangan Agus, SBY, dan Partai Demokrat-nya. Agus mendapat panggung yang sempurna untuk menunjukkan dirinya. Ia terbukti mampu memesona publik dengan capaian angka 17 persen. Pilkada DKI Jakarta menggaungkan namanya secara nasional.

Partai Demokrat yang terkoyak-koyak oleh berbagai kasus korupsi yang dilakukan kader-kader utamanya, seperti Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, Angelina Sondakh, dan nama-nama populer lainnya, seperti kehilangan tokoh. Tampilnya Agus menyiratkan sebuah harapan. Demokrat telah melahirkan seorang tokoh baru dalam partai mereka.

Penampilan Agus yang paling baik di depan publik bukan di panggung debat pilkada, melainkan pada pidato kekalahannya ketika ia mengaku secara kesatria dan lapang dada menerima kekalahannya.

Pidato yang amat simpatik. Secara genetis, ia punya bakat menjadi bintang. 

Dengan publikasi meriah Pilkada DKI Jakarta, bukan langkah sulit bagi Agus untuk kelak melenggang menuju kursi parlemen pada 2019 nanti dan menjadi bintang baru jagad politik Indonesia. Dalam arti ini, Agus tidak sedang kalah. Ia menang.

Anies

Bagaimana dengan Anies? Sama saja. Bagi para pendukungnya, ia adalah harapan baru akan Jakarta yang lebih baik. Kemenangannya pada putaran kedua nanti serasa di ambang pintu. Dengan lihai, Anies melakukan manuver tampilan citra dirinya menyesuaikan dengan karakteristik pemilih Agus.

Semua lembaga survei mencatat, pada masa awal kampanye, Agus mendulang suara mayoritas di angka lebih dari 30 persen. Pada Desember 2016, Litbang Kompas mencatat, elektabilitas Agus-Sylvi pada awal masa kampanye paling tinggi, yaitu 37,1 persen. Posisi itu dibayangi ketat oleh Ahok-Djarot yang mendapat 33 persen, disusul Anies-Sandi di angka 19,5 persen.

Hasil survei kedua dari Litbang Kompas pada Februari 2017 menunjukkan posisi yang berbeda. Elektabilitas Agus merosot menjadi 28,2 persen, sementara Ahok naik menjadi 36,2 persen, dan Anies melesat menyusul Agus menjadi 28,5 persen.

Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan, sekitar 25 persen responden yang sebelumnya memilih Agus-Sylvi mengalihkan dukungannya kepada Anies-Sandi. Sementara itu, hanya 9 persen pemilih Agus yang berpindah ke Ahok-Djarot.

Jadi, ada yang meyakini, mayoritas para pemilih Agus-Sylvi besar kemungkinan beralih ke Anies-Sandi.

Bagi para pendukungnya, Anies adalah antitesis perilaku Ahok yang dinilai tidak santun. Sementara itu, bagi para Ahok lovers, Anies dianggap lebih cocok menjadi seorang motivator ketimbang praktisi birokrasi yang mampu membuat perubahan di Jakarta yang penuh beragam persoalan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com