JAKARTA, KOMPAS — Warga yang terpaksa jadi golongan putih pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama meminta jaminan bisa memberi hak suara pada putaran kedua. Ketidakjelasan masalah yang dialami memunculkan sejumlah dugaan, termasuk kecurigaan adanya kesengajaan menghambat warga.
Wiyarsih (21) yang di KTP elektronik (KTP-el) masih berdomisili di RT 007 RW 013 Kelurahan Grogol Utara, Jakarta Selatan, masih sangat ingin memberikan suara, setidaknya di pilkada putaran kedua.
"Tidak ikhlas sekali tak dapat nyoblos cuma karena formulir habis. Padahal, saya masih warga Jakarta," kata Wiyarsih, Kamis (16/2/2017).
Wiyarsih datang bersama ibunya, Supirah (52), ke kantor Panitia Pemungutan Suara Grogol Utara. Keduanya sudah membawa KTP-el dan kartu keluarga asli saat pencoblosan. Setahun terakhir, mereka pindah ke Kelurahan Kemanggisan, Jakarta Barat. Namun, mereka tidak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) di mana pun.
Ketua RT setempat mempersilakan memberi suara di TPS 14 di Grogol Utara pada pukul 12.00- 13.00. Namun, setibanya di sana, mereka tetap tak dapat memberi suara karena kehabisan formulir DPTb (daftar pemilih tetap tambahan).
"Kami mengurus ke mana-mana, syarat juga sudah sesuai. Pada putaran kedua, kalau kejadian sama lagi, bagaimana?" katanya.
Di Kelurahan Grogol Utara, Rabu, puluhan warga emosi karena tidak dapat memberikan hak suara. Mereka kesal sehingga akhirnya terpaksa golput.
Di Jakarta Barat, 150 warga nyaris kehilangan hak pilih karena tak terdaftar dalam DPT. Mereka dapat mencoblos setelah memperoleh DPTb. "Ke-150 warga tinggal di kluster yang RT-RWnya masih menumpang di RT- RW permukiman lama," kata Ketua KPU Jakarta Barat Sunardi Sutrisno. Kasus serupa terjadi di TPS 88 dan TPS 89, Cengkareng Timur.
Faktor lain pemicu kekisruhan adalah jumlah kartu cadangan yang hanya 20 lembar. Pencoblosan putaran kedua diharapkan lebih lancar seiring pembaruan data pemilih.
Di tempat terpisah, Ketua KPU Jakarta Pusat Arif Bawono mengklarifikasi, kisruh warga yang tak bisa menggunakan hak pilihnya di TPS bukan karena surat suara habis, melainkan karena formulir DPTb dari KPU yang jumlahnya terbatas.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bingung pun enggan memberikan surat suara saat formulir itu habis. Padahal, seharusnya tetap bisa diberikan asalkan data pemilih tetap tercatat dan syarat pemilihan dipenuhi, di antaranya membawa KTP-el, surat keterangan pilkada, dan kartu keluarga asli.
Hal sama diungkapkan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta, Muhammad Jufri. Petugas KPPS di setiap TPS bisa berkoordinasi dengan petugas PPS jika menemukan jumlah pemilih dengan surat pernyataan DPTb lebih banyak dibandingkan dengan kuota. "Biar bagaimanapun masyarakat sudah antre lama. Tentu ini menjengkelkan," katanya.
Jam buka TPS yang dipatok hingga pukul 13.00 juga dinilai terlalu kaku. Padahal, peserta pilkada kali ini tergolong tinggi.
Dugaan pelanggaran
Bawaslu DKI Jakarta mencatat empat kategori dugaan pelanggaranselama Pilkada DKI Jakarta 2017. Keempatnya adalah penggunaan formulir C6 (panggilan mencoblos) milik orang lain, penggunaan formulir C6 yang diduga palsu, kekurangan surat suara, dan kekurangan surat pernyataan DPTb.
Dari empat kategori itu, yang sementara patut diduga sebagai pelanggaran adalah dua kategori pertama. Empat kategori itu terjadi merata di seluruh wilayah DKI Jakarta.
"Kecuali di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu," kata M Jufri.
Namun, ia tidak bisa menyebutkan persentasenya.
Penggunaan formulir C6 milik orang lain dilakukan pelaku di TPS 46, Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat. Pelanggaran yang sama dilakukan dua orang di TPS 01, Kelurahan Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Untuk yang terakhir (kasus di Kemayoran) dilakukan pasangan suami istri," kata Jufri.
Kasus itu saat ini didorong ke ranah hukum dengan penanganan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari pihak kepolisian dan kejaksaan, selain Bawaslu. Pelaku telah ditangkap dan mengakui perbuatannya.
Untuk dugaan penggunaan formulir C6 palsu, kasus itu masih dalam proses. Namun, kata Jufri, penggunaan formulir C6 palsu itu diketahui terjadi di TPS 26, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur.
Terkait kekurangan surat suara DPTb, kata Jufri, relatif banyak terjadi di kawasan permukiman padat penduduk di apartemen atau rumah susun, seperti di kawasan Kalibata dan Cengkareng. Akibatnya, pemilik hak suara terhambat menunaikan hak mereka.
Hingga kemarin, Polda Metro Jaya baru menerima satu laporan terkait Pilkada DKI Jakarta. Laporan itu adalah keributan di TPS 18, Petojo Utara, Jakarta Pusat.
"Korban ataupun pelapor saling melapor karena saling pukul," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono.
Data partisipasi
Terkait partisipasi pemilih, menurut Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta Darwis M Adji, berdasarkan pemantauan dan pengawalan kesbangpol, tingkat partisipasi warga DKI Jakarta mencapai 78,1 persen. Pilkada 2012, tingkat partisipasinya hanya 68 persen.
Beberapa faktor yang membuat partisipasi tinggi yaitu warga di permukiman mewah yang selama ini enggan sekarang turut memilih. Warga DKI di luar negeri pun tak sedikit yang pulang untuk memilih.
Mereka rata-rata memilih dengan KTP-el dan kartu keluarga. Mereka juga terpantau banyak memilih pada satu jam terakhir.
Wakil Gubernur DKI Jakarta yang juga calon petahana Djarot Saiful Hidayat mengatakan, partisipasi masyarakat DKI yang tinggi itu patut diikuti penyelenggaraan pilkada yang lebih baik. KPU dan Bawaslu diharapkan mengevaluasi banyaknya pelanggaran, seperti surat suara habis dan jam memilih yang kaku.
"Ini evaluasi bagi KPU. Sebab, ketentuannya untuk surat suara cadangan itu 2,5 persen dari DPT. Harus antisipasi, jangan sampai warga tidak bisa menggunakan hak pilihnya," ujar Djarot.
Terkait penyelenggaraan pilkada serentak, Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) mengapresiasi karena dinilai aman, lancar, dan damai meski ada sejumlah catatan dan pelanggaran. Khusus di Pilkada Jakarta, ICMI berharap putaran kedua berjalan lancar dan sudah tak ada lagi kampanye hitam berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Wakil Ketua Umum ICMI Priyo Budi Santoso berpesan kepada umat Islam agar tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
"Apa pun hasilnya, semua harus lapang dada. Kedepankan asas politik santun, jujur, dan bermartabat," katanya. (WAD/IRE/HLN/WIN/DEA/INK/JOG)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Februari 2017, di halaman 26 dengan judul "Pemilih Terpaksa Golput Tuntut Jaminan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.