JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang warga RT 07 RW 04, Cipinang Melayu, Indah, sudah lima hari ini harus bolak balik dari rumah ke tempat pengungsian korban banjir di Masjid Universitas Borobudur, Makasar, Jakarta Timur.
Indah belum bisa menetap kembali di rumahnya sejak Minggu (19/2/2017) karena Kali Sunter kerap meluap.
Selama tinggal di masjid yang jadi tempat pengungsian itu, Indah harus berbagi dengan pengungsi lain. Pada Kamis (23/2/2017) pukul 10.30, tercatat jumlah pengungsi di masjid tersebut mencapai 305 kepala keluarga atau 1.079 jiwa.
Padahal pada Rabu (22/2/2017) banjir sudah sempat surut dan warga sudah membersihkan rumah. Namun, Rabu malam sekitar pukul 20.00, air kembali naik, dan permukiman warga dilanda banjir dengan ketinggian air hingga 1 meter.
"Kemarin rumah sudah dibersihin, tapi malamnya air naik lagi. Akhirnya pada lari lagi ngungsi ke sini," kata Indah, saat ditemui Kompas.com, di masjid tempat pengungsian, Kamis siang.
(Baca: Tembok Rumah di Kali Sunter Jebol, Perumahan Cipinang Indah Banjir)
Pada Kamis siang, banjir di lokasi tersebut sudah mulai surut. Namun, warga justru masih bertahan di masjid tempat mengungsi. Menurut Indah, warga masih khawatir terjadi banjir kembali seperti tadi malam.
Indah menuturkan, tinggal di lokasi pengungsian penuh keterbatasan. Dia mendapat tempat di luar masjid, karena di dalam masjid sudah penuh.
"Anak saya kemarin sampai sakit panas, demam karena tidur di luar. Tapi hari ini sudah turun (panasnya). Untungnya di sini disediakan pengobatan gratis, jadi saya berobat di sini. Jadi pokoknya mengungsi itu enggak enak," ujar Indah.
Mulyani, warga RT 04 RW 04, juga mengungkapkan hal senada. Dia sudah lima hari bolak balik dari rumah ke tempat pegungsian. Menurut Mulyani, banjir yang melanda rumahnya tahun ini adalah yang terparah.
"Ini karena lima tahunan," ujar Mulyani.
Mulyani masih ingat saat banjir melanda permukimannya pada 2012 dan 2013 tidak separah banjir pada Februari 2017.
Mulyani menuturkan, tinggal di pengungsian sangat terasa merepotkan khususnya saat ada keperluan MCK. Dia menyebut, di lokasi pengungsian itu hanya ada tiga toilet mobile dan satu kamar mandi masjid.
"Tapi namanya pengungsi segini banyak, ya tetap kurang ya," ujar Mulyani.
Dia juga mengeluhkan minimnya bantuan alas tidur dan selimut untuk pengungsi. Kepedihan karena banjir makin terasa karena suami Mulyani sudah lima hari ini terpaksa berhenti berjualan bakso.
"Anak saya yang SMK juga nginep di tempat temennya. Berangkat sekolah dari sana. Enggak tahu baju seragamnya pinjam temennya apa gimana," ujar Mulyani.
Mulyani menuturkan, dia tak sempat menyelamatkan banyak pakaian, termasuk seragam sekolah anaknya, saat banjir merendam tempat tinggalnya.
"Lemari pakaian, atau kulkas di rumah itu kebalik-balik (jatuh terbalik) karena banjir," ujar Mulyani.
Namun, Indah dan Mulyani tetap bersyukur di tempat pengungsian tercukupi kebutuhan untuk makan. Hanya di hari-hari awal banjir, makanan yang dibagikan sempat kurang.
"Tapi mulai hari Rabu pagi kemarin sudah enggak ya, sekarang dapat semua. Makanan cukup sih ya. Bantuannya juga banyak sekarang," ujar Mulyani.
Keduanya berharap ke depan banjir tidak lagi separah tahun ini. Mereka juga sekarang menunggu kepastian untuk kembali ke rumah, terlebih masjid lokasi untuk mengungsi harus dibersihkan untuk keperluan shalat Jumat, besok.
Pantauan Kompas.com, di halaman sekitar masjid lokasi pengungsian itu berdiri tenda PMI, BPBD DKI, Dinas Sosial, TNI dan Kepolisian, serta tenda-tenda relawan.
Berbagai layanan disediakan, seperti posko kesehatan, dapur umum, dapur air minum (air panas), tempat laundry, layanan servis motor dan handphone, serta lainnya.