Menurut Agus, anak-anak jalanan tersebut memang memiliki semangat belajar tinggi. Seminggu setelah dibina di rumah baca pun mereka menuntut untuk dimasukkan ke sekolah formal. Agus memang telah menjanjikan hal terebut kepada mereka sebelumnya.
Menjawab tuntutan tersebut, pihak komunitas mendirikan sekolah gratis di dekat terminal bernama Yayasan Bina Insan Mandiri. Sekarang sekolah ini dikelola oleh Sekretaris Panter bernama Nur Rohim.
Sebagian besar anak binaan ikut menempuh pendidikan di sana. Walaupun, ada sebagian anak lainnya yang menolak masuk sekolah karena memilih untuk mencari uang untuk membantu orangtua.
Sekarang ada sekitar 2.000 siswa yang bersekolah di Yayasan Bina Insan Mandiri. Sekolah ini terdiri dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Digusur
Rumah baca Panter mengalami penggusuran pada 2014. Saat itu sedang dilakukan penertiban bangunan di dalam terminal.
Awalnya bangunan rumah baca terdiri tiga warung yang digabungkan menjadi satu. Selain tempat belajar, di sana juga terdapat kantor sekretariat Panter.
Setelah digusur, bangunan rumah baca hanya berupa gubuk berukuran 5x5 saja. Bangunan ini pun tidak cukup untuk dijadikan tempat belajar 72 anak binaan lagi.
Walaupun begitu, 15 anak masih rutin datang ke rumah baca setiap Sabtu untuk membaca buku. Agus pun tetap memberi arahan dalam hal etika kepada anak-anak tersebut agar mereka tidak kembali "liar" lagi.
Setelah digusur, rumah baca juga tetap sering menerima sumbangan buku dari para relawan.
"Rumah baca tetap ada, meski sudah tidak aktif membina anak-anak jalanan lagi," ujar Agus.
Anak-anak yang dulu dibina di rumah baca sebagian ada yang kembali ke jalanan lagi. Namun, sebagian besar sudah bersekolah atau bekerja formal sehingga tidak kembali ke jalanan lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.