Dugaan keterkaitan tawuran dengan narkoba ini sangat masuk akal jika dilihat dari aspek sosiokultural masyarakatnya. Sosiolog Universitas Indoensia Daisy Indira Yasmine mengatakan Manggarai sebagai wilayah terpadat di Jakarta Selatan dengan tingkat ekonomi rendah ini, secara sosial, tereksklusi di Jakarta.
Mayoritas warganya terutama kaum muda, memiliki keterbatasan akses pendidikan yang kemudian berpengaruh terhadap pekerjaan dan masa depannya.
"Dari sosiologisnya memang mereka pekerjaannya rentan, enggak aman buat hidupnya, kalau ada pekerjaan yang bisa mendapatkan uang, apapun diambil untuk bertahan hidup, di sektor informal atau bahkan underground, itu logis saja," kata Daisy kepada Kompas.com, Kamis.
Dari banyak penelitian tentang budaya tawuran yang digelutinya, seperti Johar Baru, Daisy menyebut kekecewaan sebuah kelompok masyarakat terhadap pemerintah, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan, pada akhirnya disalurkan melalui budaya kekerasan.
Tak banyak yang bisa mereka lakukan, tawuran hanyalah katalisator dari amarah yang mengendap lama. Apalagi tawuran dan konflik antarwarga ini menjadi sudah menjadi memori kolektif yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Tawuran bisa jadi merupakan provokasi, bisa pula disebabkan dari kenangan insiden lama yang pernah terjadi.
"Ada reproduksi kultural, reproduksi nilai yang membuat walau tidak ada masalah tapi sejarah tawuran itu diulang dan itu jadi budaya," ujarnya.
Menurut Daisy, dialog yang selama ini diupayakan polisi dan pemerintah sangat tidak efektif dan tidak menyentuh akar masalah yang sebenarnya. Warga Tambak dan Manggarai pernah membuat aksi damai beberapa tahun silam.
Setelah ada aksi damai itu tawuran antar-warga sempat tak terjadi di sana. Namun, entah bagaimana, pada 2016, tawuran kembali terjadi lagi dan berulang. Maka pada 26 Desember 2016, Polres Metro Jakarta Pusat dan Polres Metro Jakarta Selatan mengumpulkan warganya untuk bertemu dan sebuah forum.
Di sana ada pengurus RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda dari dua wilayah yang berseberangan ini.
Daisy menilai budaya kekerasan ini bisa diputus dengan menata kembali permukiman padat ini. Para pemudanya yang bisaa terlibat tawuran bisa diberdayakan dalam kegiatan yang positif, tentunya dengan sarana, dan apresiasi yang cukup.
"Misalnya dengan praktik kebudayaan yang ada, lewat aksi bersama, mencapai sebuah komunitas yang punya tujuan bersama, bermusik, seni," kata Daisy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.