Pemandangan hampir sama juga terjadi pada sidang terakhir setelah PTUN memutuskan mengabulkan gugatan pihak nelayan atas SK Gubernur DKI Nomor 2269 Tahun 2015 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau I.
Ketua majelis hakim, Adhi Budi Sulistyo, dalam pokok perkara memutuskan mengabulkan gugatan penggugat dua, dalam hal ini pihak Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) atas SK Gubernur tersebut.
"Menyatakan batal keputusan Gubernur Provinsi DKI Nomor 2269 tahun 2015 tentang pelaksanaan izin reklamasi ke PT Jaladri Kartika Ekapaksi," kata Adhi.
Hakim mewajibkan agar SK Gubernur DKI tersebut dicabut. Hakim juga memerintahkan tergugat menunda keputusan Gubernur Provinsi DKI Nomor 2269 tahun 2015 tentang pelaksanaan izin reklamasi dengan segala tindakan administrasi, sampai berkekuatan hukum tetap.
"Menghukum tergugat dan tergugat intervensi dengan membayar biaya perkara secara tanggung renteng Rp 483.000," ujar Adhi.
Usai tiga sidang itu, nelayan berkumpul menyambut kemenangan dengan bertepuk tangan di depan ruang sidang. Ada juga nelayan yang mengucapkan takbir, kemudian menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
"Hidup rakyat Indonesia," kata seorang nelayan sambil mengepalkan tangan ke atas.
"Saya sangat lega sekali dan gembira sekali majelis hakim memutus adil dan saya anggap hakim peduli nelayan," ujar Ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT), Iwan Carmidi.
Iwan mengatakan, pihaknya akan terus mengawal putusan ini. Menurut dia, jika para tergugat banding, pihaknya akan terus melawan melalui proses hukum.
Adapun kuasa hukum PT Jaladri Kartika Ekapaksi akan memelajari putusan tersebut. Masih ada waktu 14 hari bagi tergugat untuk memutuskan akan banding atau tidak.
Sementara itu, Ketua KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, tiga kemenangan pada sidang hari ini merupakan kemenangan para nelayan.
"Ini menguatkan pandangan bahwa reklamasi ini banyak pelanggaran hukum di dalamnya. Dalam pelaksanaan idenya sendiri sudah melanggar hukum, jadi tidak bisa dilanjutkan lagi," ujar Marthin.