Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Penerjemah Debat Cagub-Cawagub DKI yang Ekspresif

Kompas.com - 13/04/2017, 09:11 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Saat menyaksikan debat calon gubernur-calon wakil gubernur DKI Jakarta di televisi, Rabu (12/4/2017), kita pasti melihat kotak kecil yang berada di sudut kanan layar TV.

Kotak kecil itu menampilkan sosok penerjemah yang tidak henti-hentinya berbahasa isyarat. Ada tiga orang penerjemah bahasa isyarat yang bertugas sepanjang acara debat putaran kedua tersebut.

Mereka adalah Edik Widodo, Pinky, dan Sasanti Soegiarto yang berasal dari Perkumpulan Penerjemah Bahasa Isyarat Indonesia (Indonesian Sign Language Interpreters).

"Kami artis 4x6 he-he-he," ujar Edik, saat ditemui Kompas.com, usai acara debat di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu malam.

(baca: Ira Koesno: Debat Putaran Kedua Harusnya Bisa Lebih Panas)

Edik mengatakan, 4x6 yang dia maksud adalah menggambarkan kotak kecil di sudut kanan bawah televisi yang menyiarkan acara debat.

Edik, Pinky, dan Santi menceritakan pengalaman mereka selama menjadi penerjemah bahasa isyarat dalam acara debat yang digelar KPU DKI.

Harus ekspresif

Saat menyaksikan penampilan mereka bertiga, tidak sedikit orang yang menilai mereka begitu ekspresif. Ekspresi wajah mereka berubah-ubah tergantung apa yang mereka terjemahkan.

"Kami itu tali malu sudah putus, jaimnya sudah enggak ada," ujar Pinky.

Pinky mengatakan ekspresi mereka juga merupakan bagian dari terjemahan bahasa isyarat. Mereka tidak cukup hanya menerjemahkan ucapan orang saja.

Ekspresi juga harus ditiru agar makna dari ucapan tersebut bisa diterima dengan baik oleh penyandang gangguan pendengaran atau tuna rungu yang berkomunikasi secara visual. Itu sebabnya mereka harus ekspresif saat sedang menerjemah.

"Dari pada kami jaim tapi mereka enggak mengerti. Orang lain bilang kami konyol, enggak apa-apa itu harga yang harus kami bayar, yang penting pesannya sampai," ujar Edik.

Saat debat, mereka membawa satu penyandang tuna rungu sebagai mentor mereka. Pada malam itu mereka mengajak Herman. Herman akan mengoreksi hasil terjemahan mereka ketika ada yang kurang tepat.

Mereka bertiga juga saling mengoreksi satu sama lain. Semua proses koreksi itu dilakukan dalam hitungan detik, tepatnya saat mereka sedang live menerjemahkan bahasa isyarat.

"Jadi memang harus fokus sekali, kalau kami terlewat sedikit, itu akan sulit," ujar Pinky.

"Saudara kami bilang, kami kalau salah menerjemahkan juga enggak ketahuan. Padahal enggak, kami kan ada yang mengawasi juga," tambah Edik.

(baca: KPU DKI Puas dengan Pertanyaan Komunitas Masyarakat dalam Debat)

Sulit terjemahkan singkatan

Selama debat, Edik, Pinky, dan Sasanti sepakat salah satu kesulitan mereka adalah menerjemahkan akronim atau singkatan baru.

"Kesulitan kalau tiba-tiba muncul akronim," ujar Sasanti.

Edik mengatakan program pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno seperti OK-OCE, OK-Oce Mart, OK-OCare, dan OK-Otrip, sempat membuat mereka kebingungan. Sebelum tampil, biasanya mereka diberikan acuan kata-kata sulit apa yang mungkin akan keluar.

Namun debat putaran kedua yang digelar KPU DKI berbeda. Isi debat seperti sosok panelisnya masih dirahasiakan sehingga mereka pun tidak tahu bocoran kata sulit apa saja yang akan keluar.

"Tadi lagi Pak Djarot bilang RPTRA, lalu BPHTB," ujar Edik.

"Ada juga kata musrenbang tadi ya contohnya," kata Sasanti.

"Waktu Pak Djarot bilang KUA itu, aku pikir KUA tempat menikah, ucap Pinky menimpali.

Kesulitan lain terkait gaya bicara masing-masing pasangan calon. Edik mengatakan calon gubernur nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bicara dalam tempo yang sangat cepat.

Sementara calon gubernur nomor urut tiga, Anies Baswedan, berbicara dengan menggunakan banyak kata kiasan. Mereka harus menyesuaikan agar hasil terjemahan pas dengan maksud tiap paslon.

Mereka juga tidak menerjemahkan kata per kata. Mentor mereka, Herman, mencoba berpendapat juga mengenai hasil terjemahan bahasa isyarat yang baik.

"Penerjemah dulu selalu mengikuti kata per kata, orang ngomong harus diikuti persis. Para tuli pada bosan dan enggak mengerti. Tuli itu senang yang tepat, disingkat saja, bahasa isyaratnya harus tepat," ujar Pinky, menerjemahkan apa yang disampaikan Herman.

Debat sudah selesai. Namun mereka bertiga sudah memiliki segudang kegiatan menerjemah bahasa isyarat lagi. Mereka bertiga mengemasi barang bawaan dari ruang rias untuk bersiap-siap pulang.

"Tapi yang kami tunggu sebenarnya whatsapp berisi respons dari mereka (penyandang tuna rungu), supaya tahu apakah kami sudah cukup jelas dan clear. Itu lebih kepada mijatin otak kita sih," ujar Edik.

Kompas TV Pada akhir debat, kedua calon gubernur DKI Jakarta menyampaikan permintaan maaf.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com