Di putaran pertama, 15 Februari 2017, Ahok-Djarot unggul dengan 42,99 persen disusul Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) dengan 39,95 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono-Syliana Murni dengan 17,06 persen.
Karena tidak ada pasangan yang meraih suara lebih dari 50 persen, putaran kedua digelar. Ahok-Djarot berhadap-hadapan dengan Anies-Sandi.
Meskipun real count oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta belum selesai dihitung, berdasarkan hasil quick count (hitung cepat) sejumlah lembaga survei yang nyaris sama dan selisih perolehan suara yang jauh, petahana hampir pasti tumbang di putaran kedua.
(Baca: Hasil Final Quick Count Kompas: Ahok-Djarot 42 Persen, Anies-Sandi 58 Persen)
Menangi putaran pertama
Namun, petahana tidak perlu berkecil hati. Pemilu Indonesia mencatat hal manis juga terkait petahana yang ingin melanjutkan kekuasaanya di periode kedua.
Selain mencatat kutukan petahana di putaran kedua, sejarah Pemilu Indonesia memberi catatan untuk petahana agar bisa mempertahankan jabatannya.
Baru satu memang catatannya. Namun, catatan ini menggenapi catatan soal kutukan petahana di putaran kedua atau semacam tips bagi petahana untuk menghindari kutukan di putaran kedua.
Bagi petahana, jika hendak tetap bertahan dan berkuasa, menang di putaran pertama adalah keharusan. Jangan pikirkan putaran kedua. Tidak menang di putaran pertama artinya kalah di putaran kedua.
Untuk catatan kemenangan petahana di putaran pertama sehingga kekuasaannya bisa dipertahankan, kita perlu menengok Pilpres 2009. Untuk Pilpres 2009, kita perlu melihat prestasi SBY yang memilih berpasangan dengan Boediono.
Di Pilpres 8 Juli 2009, SBY-Boediono meraih 60,80 persen suara menyingkirkan langsung pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto yang meraih 26,79 persen suara dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto yang meraih 12,41 persen suara.
Sebuah prestasi yang membanggakan dan membaut sejumlah orang yang tidak bisa menerima masih geleng-geleng kepala.
Soal bagaimana kemenangan SBY dan Partai Demokrat di Pemilu 2009 diraih, kita bisa berdebat melihat nasib Partai Demokrat dan sejumlah kadernya saat ini. Namun, hasil luar biasa SBY dan Partai Demokrat tercatat dalam sejarah Pemilu di Indonesia.
Mengubah atau mengulang sejarah