JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan, satu orang pria diduga melakukan tindak pidana pemilu karena menggunakan formulir C6 atau surat pemberitahuan memilih yang bukan miliknya untuk mencoblos pada Rabu (19/4/2017).
Mimah menyebut dugaan pelanggaran tersebut sudah ditindaklanjuti ke polisi.
"Ada satu kasus terkait dengan penggunaan C6 orang lain ini di Jakarta Utara sudah diteruskan kepada pihak kepolisian. Jadi sudah keluar rekomendasi sebagai dugaan tindak pidana pemilu," ujar Mimah di Kantor Bawaslu DKI, Sunter Agung, Jakarta Utara, Jumat (21/4/2017).
Ketua Panwaslu Jakarta Utara Ahmad Halim mengatakan, penggunaan C6 itu terjadi di TPS 54 Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja. Pria berinisial S itu diberi formulir C6 oleh seseorang untuk mencoblos.
"Jadi dia disuruh orang pake C6. Dia kerja, dia kuli bangunan. Disuruh coblos, akhirnya dia nyoblos, tapi C6-nya itu enggak ada stempelnya," kata Halim saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Baca: Panwaslu Temukan 4 Orang Gunakan Formulir C6 Milik Orang Lain
Halim mengatakan, formulir C6 tersebut tidak bisa dipastikan keasliannya karena tidak adanya stempel tersebut.
Namun, Panwaslu menilai formulir C6 tersebut bukan dari KPU. Berdasarkan hasil kajian Panwaslu bersama tim sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu), yakni polisi dan jaksa, penggunaan C6 tersebut memenuhi unsur tindak pidana pemilu.
"Tadi malam pleno, memenuhi dua alat bukti, formil sama materiil, sekarang sudah diajukan ke kepolisian. Nanti tinggal kepolisian yang mendalami apakah yang ngasih C6 itu ditarik juga, kena juga atau bagaimana," ujar Halim.
Orang yang menggunakan formulir C6 tersebut, lanjut Halim, tidak memiliki hak pilih sehingga seharusnya tidak mencoblos.
"Dia enggak punya hak pilih," ucapnya.
Baca: Bawaslu Tangani 41 Dugaan Pelanggaran, 2 Dinyatakan Tindak Pidana
Orang yang terbukti menggunakan formulir C6 yang bukan haknya dikenakan sanksi tindak pidana pemilu sesuai Pasal 178A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 24 juta dan paling banyak Rp 72 juta.