Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pleidoi Lengkap yang Dibacakan Ahok di Sidang Penodaan Agama

Kompas.com - 25/04/2017, 18:41 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok membacakan pleidoi atau pembelaannya terhadap tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum atau JPU, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).

Ahok yang menyusun sendiri enam lembar pleidoinya, memberi judul "Tetap Melayani Walau Difitnah".

Berikut adalah nota pembelaan yang disusun dan dibacakan oleh Ahok pada persidangan ke-20 ini:

Pertama-tama, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim atas kesempatan yang diberikan kepada saya. Setelah mengikuti jalannya persidangan, memperhatikan realitas yang terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, serta mendengar dan membaca tuntutan Penuntut Umum yang ternyata mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini.

Dan karenanya terbukti saya bukan penista atau penoda agama. Saya mau tegaskan, selain saya bukan penista atau penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apapun.

Majelis hakim yang saya muliakan, banyak tulisan yang menyatakan, saya ini korban fitnah. Bahkan Penuntut Umum pun mengakui adanya peranan Buni Yani dalam perkara ini.

Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat di Kepulauan Seribu, banyak media massa yang meliput sejak awal hingga akhir kunjungan saya. Bahkan disiarkan secara langsung yang menjadi materi pembicaraan di Kepulauan Seribu.

Tidak ada satu pun yang mempersoalkan, keberatan, atau merasa terhina atas perkataan saya tersebut, bahkan termasuk pada saat saya diwawancara setelah dialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu.

Namun, baru menjadi masalah 9 hari kemudian, tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 setelah Buni Yani memposting potongan video pidato saya dengan menambah kalimat yang sangat provokatif.

Barulah terjadi pelaporan dari orang-orang yang mengaku merasa sangat terhina, padahal mereka tidak pernah mendengar langsung. Bahkan, mereka tidak pernah menonton sambutan saya secara utuh.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengikuti sidang lanjutan yang digelar PN Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017). Sidang beragendakan pembacaan pleidoi atau pembelaan oleh Ahok yang sebelumnya dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.

Adapun salah satu tulisan yang menyatakan saya korban fitnah adalah tulisan Gunawan Muhammad. Stigma itu bermula dari fitnah. Ahok tidak menghina agama Islam, tapi tuduhan itu setiap hari dilakukan berulang-ulang, seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman.

Dusta yang terus menerus diulang akan menjadi kebenaran. Kita dengarnya di masjid-masjid, media sosial, dan percakapan sehari-hari. Sangkaan itu sudah bukan menjadi sangkaan, tapi menjadi kepastian.

Ahok pun harus diusut oleh pengadilan. Undang-undang penistaan agama yang diproduksi rezim orde baru adalah sebuah undang-undang yang batas pelanggarannya tidak jelas. Tidak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinistakan itu.

Baca: Ahok: Seakan-Akan Itu Bukan Sangkaan tetapi Kepastian

Alhasil, Ahok dilakukan tidak adil dalam tiga hal. Pertama, difitnah. Kedua, dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, dan ketiga diadili dengan hukum meragukan. Adanya ketidakadilan dalam kasus ini, tapi bertepuk tangan untuk kekalahan politik Ahok yang tidak bisa diubah sebuah ketidakjujuran.

Majelis hakim yang saya muliakan, ketika saya memilih mengabdi melayani bangsa tercinta ini, saya masuk ke pemerintahan dengan kesadaran penuh untuk mensejahterakan rakyat, otak, perut, dan dompet.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengikuti sidang lanjutan yang digelar PN Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017). Sidang beragendakan pembacaan pleidoi atau pembelaan oleh Ahok yang sebelumnya dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Untuk itu, ketika saya memberikan sambutan di Pulau Pramuka, saya memulai dengan kata 'saya mau cerita biar bapak ibu semangat'. Dari sambutan saya, jelas sekali saya hanya punya satu niat. Keluarga (yang mau) tebal kantongnya, ambil program yang sangat menguntungkan ini.

Terbukti, penuntut umum mengakui tidak memiliki niat sedikit pun untuk menista atau menoda agama. Dan saya tegaskan, saya tidak punya niat sedikit pun untuk menghina golongan tertentu.

Bicara melayani orang lain, mengingatkan saya ketika ada anak-anak TK yang menemui saya di Balai Kota. Saat itu, ada anak TK melakukan tanya jawab. Mungkin sama dengan majelis hakim tanya, anak TK juga punya persepsi yang sama.

Anak TK bertanya, "Saya ingin tanya sama Bapak, kenapa Bapak melawan semua orang, melawan arus, ribut sama semua orang?". Ini pertanyaan anak TK sebetulnya.

Saya waktu itu bingung menjawab anak TK untuk pertanyaan begitu. Kemudian saya mengajak mereka ke Balai kota untuk menonton cuplikan film Finding Nemo. Setelah itu, saya menjelaskan pesan moral dalam film Finding Nemo.

Baca: Ahok dan Cerita Ikan Nemo dalam Sidang Kasus Dugaan Penodaan Agama

Sebagaimana bisa dilihat dalam video Youtube yang saya kutip sebagai berikut:

Bapak mau kasih tahu pelajaran dari ikan ini. Kalian bisa lihat enggak tadi? Papanya tidak izinkan Nemo masuk ke dalam jaring. Jadi jaring tadi, Nemo bisa keluar masuk kan? Ikan besar akan tertangkap, ikan Nemo boleh (bisa) masuk enggak? Boleh (bisa) juga. Buat apa dia membahayakan nyawanya dengan dia masuk (jaring). Padahal Papanya khawatir. Kalau Nemo masuk (jaring), ikan begitu banyak, bisa kejepit, dan bisa keangkat.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengikuti sidang lanjutan yang digelar PN Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017). Sidang beragendakan pembacaan pleidoi atau pembelaan oleh Ahok yang sebelumnya dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Lalu kita sekarang hidup di zaman orang-orang yang kadang-kadang berenangnya searah, persis seperti ikan. Yang benar, ikan harus berenang ke bawah. Tapi semua ikan ikut jaring ke atas, kalau dibiarkan ikut ke atas, ikan-ikan ini akan mati tidak? Jawab anak-anak, mati.

Bagaimana mereka bisa tahu yang benar? Nemo yang tahu. Waktu Nemo minta berenang berlawanan arah, kira-kira orang nurut tidak? Tidak nurut. Jadi sama, kita hidup di dunia ini, kadang kita melawan arus dan melawan orang yang ke arah berbeda sama kita. Tapi kita tetap lakukan demi menyelamatkan dia. Dia (Nemo) bilang, kalau (Nemo) tidak (masuk jaring), si Dori bisa mati nih, ikan yang biru.

Jadi Papanya (Nemo) mengikhlaskan dan merelakan anaknya untuk masuk (jaring). Lalu ketika dia mulai teriak dan minta tolong, Nemo dan Papanya tahu tidak resikonya? Tahu, bisa kejepit mati ikan kecil. Lalu begitu terlepas, ada tidak ikan yang berterima kasih oleh Nemo yang terkapar pingsan? Tidak ada.

Jadi inilah yang harus kita lakukan. Sekalipun kita melawan arus semua, melawan semua orang yang berbeda arah, kita harus tetap teguh. Semua tidak jujur enggak apa-apa, asal kita sendiri jujur.

Mungkin, setelah itu tidak ada yang terima kasih sama kita, kita juga tidak peduli karena Tuhan yang menghitung untuk kita, bukan orang. Nah ini pelajaran dari film ikan Nemo, jadi bukan soal ketangkap ikannya itu tadi.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengikuti sidang lanjutan yang digelar PN Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017). Sidang beragendakan pembacaan pleidoi atau pembelaan oleh Ahok yang sebelumnya dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Jadi orang tanya sama saya, "kamu siapa?". Saya bilang, saya hanya seorang ikan kecil Nemo di tengah Jakarta, seperti itu. Ini pelajaran untuk kita, lalu disambut tepuk tangan anak-anak.

Majelis hakim yang saya muliakan. Sambutan tepuk tangan anak-anak kecil di akhir cerita saya tersebut memberi saya penghiburan. Kekuatan baru untuk terus berani melawan arus, menyatakan kebenaran, dan melakukan kebaikan sekalipun seperti ikan kecil Nemo dilupakan. Karena saya percaya Tuhan, segala jerih payah kita tidak ada yang sia-sia.

Tuhan yang melihat hati mengetahui isi hati saya. Saya hanya seekor ikan kecil Nemo di tengah Jakarta, yang akan terus menolong yang miskin dan membutuhkan. Walaupun saya difitnah dan dicaci maki dihujat karena perbedaan iman dan kepercayaan saya, saya akan tetap melayani dengan kasih.

Majelis hakim yang saya muliakan, saya bersyukur karena dalam persidangan ini saya bisa menyampaikan kebenaran yang hakiki, dan saya percaya majelis hakim yang memeriksa perkara ini, tentu akan mempertimbangkan semua fakta dan bukti yang muncul dalam persidangan ini. Dimana penuntut umum mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan terhadap agama.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mengikuti sidang lanjutan yang digelar PN Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017). Sidang beragendakan pembacaan pleidoi atau pembelaan oleh Ahok yang sebelumnya dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Baca: Ahok: Walaupun Saya Difitnah dan Dihujat, Saya Akan Tetap Melayani

Seperti yang dituduhkan pada saya selama ini, dan karenanya saya tidak terbukti sebagai penista penoda agama. Berdasarkan hal tersebut di atas, haruskah masih dipaksakan bahwa saya menghina satu golongan?

Padahal tidak ada niat saya untuk memusuhi atau menghina siapapun. Dan tidak ada bukti bahwa saya telah mengeluarkan perasaan atau mengeluarkan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penghinaan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap agama, atau penghinaan terhadap satu golongan.

Saya berkeyakinan bahwa majelis hakim akan memberikan keputusan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Karena mengambil keputusan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Majelis hakim yang saya muliakan. Demikian nota pembelaan ini saya buat untuk mematahkan semua tuduhan dan fitnah atas sambutan saya selaku Gubernur DKI Jakarta yang sedang menjalankan tugas di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016, dengan maksud mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program budidaya ikan kerapu berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Pemerintah Daerah.

Kompas TV Terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyebut sidang putusan kasus dugaan penistaan agamanya akan berlangsung 9 Mei.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com