Oleh: AMANDA PUTRI NUGRAHANTI
KOTA Depok menginjak usia ke-18 tahun pada hari ini, Kamis (27/4). Kota dengan jumlah penduduk mencapai 2,1 juta jiwa dengan pertumbuhan mencapai 3,5 persen hingga 5,0 persen per tahun ini masih terus bergelut dengan pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan, transportasi publik, sekolah, dan ruang-ruang publik.
Wali Kota Depok Mohammad Idris Abdul Shomad, Jumat (21/4), mengakui, masih banyak yang menjadi pekerjaan rumah Depok. Idris mengatakan, Depok pada awalnya memang tidak didesain untuk menjadi sebuah kota. Depok awalnya hanya sebuah kecamatan dengan area yang sangat luas.
Meski telah menjadi kota pada tahun 1999, tata kota baru direncanakan pada 2004 dan dimasukkan dalam rencana jangka panjang Kota Depok tahun 2006 hingga 2025. Program utama saat itu adalah pembuatan jalan utama. Jalan utama yang terlihat hingga kini dan menjadi pusat keramaian dan aktivitas ekonomi yaitu Jalan Margonda Raya.
Selain itu, betonisasi jalan menjadi program tahunan. Betonisasi dilakukan pada jalan-jalan kota sepanjang total 476 kilometer dan jalan lingkungan sepanjang 1.031 kilometer. Hingga kini, upaya betonisasi sudah mencapai 95 persen di jalan kota dan 78 persen untuk jalan lingkungan. Namun, upaya ini tidak diikuti dengan upaya antisipasi kepadatan jalan raya seiring semakin tingginya jumlah penduduk dan kendaraan. Perbaikan sistem drainase yang sebenarnya bisa saling melengkapi dengan pembangunan jalan pun jauh dari sempurna realisasinya.
Jalan penghubung antara kawasan Cinere dan Sawangan dengan pusat kota hanya mengandalkan Jalan Raya Sawangan yang saat ini lebarnya 8 meter. Sementara pertumbuhan jumlah kendaraan mencapai 33 persen per tahun untuk sepeda motor dan 9 persen per tahun untuk mobil. Pada jam-jam sibuk, pagi dan sore hari, kemacetan tak terhindarkan. Bahkan, pada 2015, warga pernah berunjuk rasa menuntut pemerintah agar melebarkan jalan tersebut.
Namun, hingga kini, jalan tersebut belum juga dilebarkan. Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok Manto mengatakan, status Jalan Raya Sawangan berubah menjadi jalan nasional. Dengan begitu, upaya pembebasan lahan dan pembangunannya menjadi kewajiban pemerintah pusat.
Kesan terus menunggu ini juga tergambar dari upaya pembangunan terusan Jalan Juanda yang hingga kini belum juga terealisasi. Jalan sepanjang 7,6 kilometer itu akan menghubungkan pusat kota di Jalan Margonda dengan kawasan Cinere dan Sawangan di sisi barat. Padahal, jalan ini dipercaya mampu memecah kepadatan lalu lintas di Jalan Raya Sawangan.
Persoalan kemacetan di Depok ini menjadi momok karena terjadi tak hanya pada hari kerja, tetapi juga pada hari libur. Akhirnya, upaya yang dapat dilakukan sebatas melakukan rekayasa lalu lintas. Di Jalan Margonda, misalnya, diberlakukan contra flow pada pagi hari.
Minim transportasi publik
Penyediaan transportasi massal masih belum tersentuh. Sebagian besar warga masih memilih kendaraan pribadi untuk bepergian. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Depok, dari 1,8 juta perjalanan per hari, 1,4 juta orang menggunakan angkutan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor. Sisanya, 397.000 orang, menggunakan angkutan umum, baik angkutan kota, kereta api, atau bus.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Gandara mengatakan, ke depan, Depok berencana membuat tiga koridor transportasi massal untuk melengkapi transjabodetabek yang sudah beroperasi dengan rute Terminal Depok-Cawang UKI. Realisasi rencana tersebut masih dalam tahap pengkajian.
"Persoalan utamanya masih pada lebar jalan yang belum memadai. Bus besar tidak memungkinkan melewatinya. Persoalan transportasi massal ini bagai polemik telur dan ayam. Idealnya ada subsidi untuk penyelenggaraan transportasi massal, tetapi anggaran kami tidak cukup untuk itu," kata Gandara.
Akhirnya, kini warga pun lebih memilih moda transportasi daring, terutama ojek daring. Julia (45), warga Kelurahan Sukmajaya, mengatakan, ia lebih memilih naik ojek daring karena cepat dan tak repot ganti moda.
Tetapkan prioritas
Kepala Pusat Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Universitas Indonesia Komara Djaja mengatakan, Depok sebagai kota yang berbatasan langsung dengan Jakarta harus mengantisipasi tingginya pertumbuhan penduduk. Tantangan Depok ke depan akan semakin kompleks jika pertumbuhan penduduk ini tidak diantisipasi.
Komara mengatakan, pembangunan infrastruktur amat mendesak. Ini diperlukan agar pertumbuhan tidak terpusat di Jalan Margonda, tetapi menyebar ke seluruh wilayah. Karena itu, penyiapan sistem transportasi harus menjadi prioritas.
Depok juga wajib mempertahankan ruang terbuka hijaunya sebagai daerah resapan. "Pemerintah harus benar-benar ketat mengontrol alih fungsi lahan," ujar Komara.
Idris mengakui tingginya kebutuhan ruang publik. Tahun 2017, Depok mulai menganggarkan pembebasan lahan untuk penyediaan alun-alun Kota Depok dan gedung olahraga. Selain itu, taman-taman kota dibangun, seperti Lembah Gurame dan Lembah Mawar.
Pembangunan RSUD kedua di Depok timur sedang dalam tahap studi kelayakan. Rehabilitasi sekolah dan pembangunan sekolah pun menjadi prioritas karena hingga kini ada beberapa sekolah rusak.
Warga Depok pun harus benar-benar mengawal jalannya program agar semua kebijakan terealisasi dengan baik.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 April 2017, di halaman 26 dengan judul "Tumbuh Pesat Minim Antisipasi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.