JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mempertanyakan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menahan Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) setelah memvonisnya dua tahun penjara karena dinilai terbukti menodai agama.
"Apa argumentasi yang kuat untuk kemudian langsung menahan Ahok?" kata Bonar dalam sebuah diskusi bertajuk 'Rezim Penodaan Agama 1965-2017' di Kantor SETARA Institute, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/5/2017).
Bonar menuturkan, jika ada penahanan, Ahok seharusnya sudah ditahan sejak Kejaksaan Negeri Jakarta Utara melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sebab, alasan dilakukannya penahanan yakni karena pertimbangan kemungkinan menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.
"Ahok sudah tidak mungkin lagi (menghilangkan) karena barang bukti sudah di court (pengadilan). Tidak masuk akal untuk kemudian menahannya," kata Bonar.
Baca: Begini Gambaran Ruang Tahanan Ahok di Mako Brimob
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebelumnya memerintahkan agar Ahok ditahan karena telah terbukti melakukan tindak pidana penodaan agama.
Salah satu pertimbangan hakim yakni pada saat masa penyidikan hingga persidangan Ahok tidak ditahan.
Majelis hakim dan pengadilan dapat memerintahkan Ahok untuk ditahan berdasarkan Pasal 193 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Memerintahkan agar terdakwa ditahan," ujar Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.