Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gedung Lembaga Eijkman, Lorong Waktu Biologi Molekuler

Kompas.com - 29/05/2017, 18:30 WIB

Lembaga Eijkman masih bertahan saat Penjajahan Jepang tahun 1942-1945, tetapi mendapat pelemahan dari penjajah. Salah satunya, Jepang menghukum penggal orang Indonesia pertama yang jadi direktur Lembaga Eijkman, Achmad Mochtar, pada 3 Juli 1945 karena meyakini dia bertanggung jawab atas kematian 900 romusha dengan tanda-tanda tetanus setelah diberi vaksin TCD (tifus, kolera, disentri) di Klender, Jakarta. Tuduhan yang tidak pernah terbukti.

Lembaga Eijkman terus terpukul seiring berlangsungnya Perang Kemerdekaan hingga akhirnya dengan memburuknya situasi politik dan ekonomi RI pasca merdeka, lembaga itu ditutup tahun 1965.

Tradisi riset modern

Setelah ditutup, gedung diambil alih Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk keperluan beberapa unit pelayanannya. Ketika Eijkman direstorasi dan dikembalikan ke fungsi awal, harus dilakukan bertahap sebab tiga gedung pengganti bagi RSCM juga harus tersedia terlebih dulu. Lembaga Eijkman akhirnya bisa memanfaatkan seluruh gedung seperti saat ini mulai awal tahun 2000.

Kini, arsitektur lawas Eijkman berpadu dengan peralatan laboratorium biologi molekuler nan canggih. Pemandangan para peneliti dengan jas labnya, yang berkutat dengan tabung mikro dan dikelilingi alat mutakhir untuk memperbanyak DNA serta merunut urutan basa di DNA, terasa pas-pas saja di dalam ruang-ruang beraksen kolonial.

Mempertahankan simbol sejarah perkembangan riset kedokteran bukan berarti membuat penelitian di Eijkman ketinggalan zaman. Keterlibatan dalam identifikasi pelaku bom bunuh diri dan terorisme serta diagnosis penyakit infeksi yang timbul kembali, semacam flu burung, membuktikan para peneliti Eijkman kompetitif dengan peneliti di negara lain. Melestarikan gedung Lembaga Eijkman sebagai simbol sejarah ilmu pengetahuan adalah untuk menghidupkan kembali tradisi riset yang dibangun sang peraih Nobel tersebut.

Hari itu, seusai puas menyusuri lorong waktu, kami kembali ke hiruk-pikuk Jalan Diponegoro. Polusi, debu, dan kemacetan jalan bak menenggelamkan nama Eijkman. (WINDORO ADI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Mei 2017, di halaman 26 dengan judul "Lorong Waktu Biologi Molekuler"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com