JAKARTA, KOMPAS.com - Tindakan persekusi dinilai makin marak belakangan ini. Yang terbaru adalah persekusi terhadap seorang remaja asal Cipinang, Jakarta Timur berinisial M (15).
Persekusi terhadap M bahkan sampai membuat ia dan keluarganya dievakuasi dari kediamannya di kawasan Cipinang, Jakarta Timur.
Evakuasi itu dilakukan agar M dan keluarganya tidak menjadi korban intimidasi. Persekusi terhadap M berawal saat status di media sosialnya dianggap menghina pimpinan organisasi masyarakat tertentu.
Tak terima pimpinannya dihina, anggota ormas itu pun menangkap remaja tersebut dan menginterogasinya.
Tak hanya mendapat kekerasan secara verbal, remaja itu juga terlihat mendapat pukulan di bagian wajah.
Koalisi Anti Persekusi menilai tindakan persekusi belakangan ini semakin marak dan mengkhawatirkan. Persekusi bahkan dianggap sudah mencapai tahap mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi.
Persekusi dinilai mengancam demokrasi karena sekelompok orang dapat menetapkan seseorang bersalah dan menghukum tanpa melalui proses hukum yang berlaku
"Ketakutan yang menyebar akan menjadi teror yang melumpuhkan fungsi masyarakat sebagai ruang untuk saling berbicara, berdebat secara damai sehingga menjadi masyarakat yang dewasa dalam menyikapi perdebatan. Untuk dapat melakukan hal itu kebebasan berpendapat adalah syaratnya," demikian pernyataan Koalisi Anti Persekusi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com Kamis (1/6/2017).
Baca: MUI: Persekusi Tak Dibenarkan oleh Agama
Koalisi Anti Persekusi terdiri atas sejumlah lembaga swadaya masyarakat, meliputi LBH Jakarta, YLBHI, LBH Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Gusdurian, Imparsial, SAFEnet, Yayasan Pulih, Purple Code Collective, Anarkonesia, Mafindo, Yayasan Satu Keadilan, KontraS, Elsam, ICJR, Yappika, Arus Pelangi, PSHK, Our Voice, LBH Masyarakat, AN BTI, Federasi KontraS, PPMAN, dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK).
59 korban persekusi
Berdasarkan catatan Koalisi Anti Persekusi, dalam sepekan terakhir terjadi persekusi terhadap 52 orang yang dilabeli sebagai penista agama atau ulama.
Namun hanya dalam beberapa hari, Koalisi Anti Persekusi menemukan 7 orang yang lain sehingga jumlahnya saat ini bertambah menjadi 59 orang.
Dalam tindakan persekusi, Koalisi Anti Persekusi menemukan adanya trackdown terhadap orang-orang yang dianggap menghina agama dan ulama.
Identitas, foto, dan alamat kantor ataupun rumah mereka kemudian disebarluaskan disertai dengan nada kebencian dan instruksi agar orang-orang tersebut diburu.
Hal inilah yang ditengarai membuat adanya aksi massa yang menggeruduk kantor atau rumah dari orang-orang yang dianggap menghina agama atau ulama.
Mereka mencatat persekusi tidak jarang disertai ancaman dan aksi kekerasan. Namun ada pula yang berujung dengan dilaporkannya orang-orang yang dianggap menghina agama atau ulama ke kantor polisi dengan tuduhan pelanggaran pasal 28 ayat (2) UU ITE dan atau pasal 156a KUHP.
Mereka juga disuruh untuk meminta maaf baik lisan maupun melalui pernyataan.
"Sementara respons polisi beragam. Ada yang menersangkakan korban, tapi ada pula yang melihat lebih dulu proses tuntutan permintaan maaf," tulis Koalisi Anti Persekusi.
Baca: Persekusi Fiera Lovita: Diburu, Diteror, dan Diintimidasi...
Selain pola di atas, Koalisi Anti Persekusi juga menemukan adanya korban yang akun media sosialnya dipalsukan.
Dalam arti akun yang dianggap menghina ulama dan agama bukanlah akun yang dibuat oleh orang yang bersangkutan. Beberapa dari mereka yang dipalsukan ternyata memiliki kesamaan identitas, yaitu berasal dari etnis dan agama yang bukan mayoritas.
"Persekusi tersebut yang diwarnai perburuan terindikasi sebagai perbuatan yang sistematis atau meluas. Hal ini tampak dari cepatnya proses dalam menjangkau luasnya wilayah misal ditunjukkan dalam satu hari bisa terjadi pola yang serupa di enam wilayah di Indonesia yang saling berjauhan," tulis Koalisi Anti Persekusi.
Koalisi Anti Persekusi menilai Negara harus aktif menghentikan tindakan sewenang-wenang dari individu atau kelompok yang menetapkan seseorang bersalah atas tuduhan sepihak.
Mereka juga meminta kepolisian untuk menegakkan hukum secara berkeadilan sesuai undang-undang yang berlaku.
"Masyarakat luas juga harus menahan diri untuk tidak melakukan siar kebencian karena dalam sejarahnya siar kebencian dapat menjadi awal dari genosida serta pecahnya suatu bangsa," tulis pernyataan dari Koalis Anti Persekusi.
Baca: Korban Persekusi di Cipinang Mendapat Pendampingan Psikologis
Terkait persekusi terhadap M, polisi telah mengamankan dua orang terduga pelaku persekusi terhadapnya. Keduanya masing-masing berinisial M dan U.
Keduanya kini sudah diamankan oleh tim Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur di kediamannya masing-masing. Polda Metro Jaya memastikan akan memproses secara hukum pelaku persekusi terhadap M.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Polisi Hendy F Kurniawan menegaskan, persekusi tidak boleh dilakukan oleh siapapun.
Polisi, kata Hendy, tidak akan tinggal diam. Dia meminta kepada siapapun yang menjadi korban persekusi untuk melapor pada polisi dan laporan tersebut dipastikan akan ditindaklanjuti.
"Saya pastikan akan kami proses hukum. Tidak boleh ada persekusi yang dilakukan oleh ormas apapun termasuk FPI. Apalagi terhadap anak di bawah umur," kata Hendy.