JAKARTA, KOMPAS.com - General Manager Kalibata City Ishak Lopung mengatakan, pihaknya akan mengikuti proses hukum yang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hal itu menyusul gugatan yang diajukan sejumlah warga penghuni Apartemen Kalibata City ke PN Jakarta Selatan.
Adapun gugatan itu diajukan karena warga menduga adanya mark up biaya listrik serta iuran air yang diminta oleh pengelola Kalibata City.
"Kami ikuti saja lah proses kalau sudah dilayangkan (gugatan)," ujar Ishak saat ditemui Kompas.com di Kantor Pengelola Kalibata City, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Ishak mengatakan, hal itu dilakukan untuk menemukan titik terang dari permasalahan tersebut.
Sebelumnya Ishak membantah tudingan adanya mark up biaya listrik dan iuran air. Ia mengatakan pihak pengelola menetapkan biaya listrik sesuai dengan aturan pemerintah. Begitu juga dengan penarikan iuran air yang dianggap wajar.
"Jadi supaya nanti terang benderang. Kalau ada mediasi ya kami jalani mediasi. Kalau proses (persidangan) ya kami jalani proses," ujar Ishak.
"Nanti kedua belah pihak bisa memahami. Berulang-ulang kami sering ketemu. Bukan hanya membahas utilitas air dan listrik tapi bahas yang lain. Makanya dengan adanya ini merupakan antiklimaksnya," ujar Ishak.
Sebanyak 13 warga penghuni apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan, menggugat pihak pengelola atas iuran listrik dan air yang diduga merugikan warga hingga Rp 24 Miliar ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca: Penghuni Kalibata City Gugat Pengelola ke Pengadilan
Gugatan yang diajukan oleh 13 orang perwakilan warga dengan total estimasi kerugian rata-rata Rp 1,7 juta per unit. Jika diakumulasikan dengan keseluruhan unit yang ada, kerugian penghuni mencapai Rp 24 miliar Kuasa Hukum warga Kalibata City Syamsul Munir mengatakan, dasar gugatan tersebut karena adanya dugaan mark-up iuran listrik dan air sejak 2014 lalu.
Perhitungan tersebut meliputi tagihan, pengenaan mark-up tarif, serta pengenaan pemakaian minimum yang diterapkan tidak semestinya.
"Yang menjadi dasar gugatan adalah warga punya temuan data, dimana ada selisih dari yang seharusnya dibayar dengan nominal yang dibayarkan," ujar Syamsul ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (26/5/2017).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.