JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah tagihan listrik, air, dan iuran pemeliharaan lingkungan di apartemen Kalibata City akhirnya dibawa ke meja hijau. Sidang perdana dijadwalkan digelar Senin (19/6/2017) kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun sidang ditunda hingga 17 Juli 2017 karena pihak tergugat tidak hadir.
Dalam petitum gugatan yang batal dibacakan kemarin itu, gugatan itu didasarkan pada ketidaktransparanan Badan Pengelola dalam mengelola iuran dan tagihan listrik serta air ke warga. Warga menuntut agar pihak tergugat yakni PT Pradani Sukses Abadi selaku pengembang, PT Prima Buana Internusa selaku operator, dan Badan Pengelola Kalibata City membayar Rp 23.176.492 kepada 13 warga penggugat sebagai kerugian biaya tinggal selama ini.
Untuk ganti rugi immaterial, tergugat diminta membayar Rp 1 miliar kepada masing-masing penggugat sehingga totalnya Rp 13 miliar.
"Selama ini tidak ada transparansi uang listrik, air, IPL (Iuran Pemeliharaan Lingkungan), kalau sejak awal berdiri tahun 2010 mungkin sudah puluhan miliar mereka kumpulkan," kata Wen Wen selaku perwakilan warga di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Dalam gugatan mereka, pengelola juga diminta untuk menetapkan biaya tagihan air dan listrik sesuai ketentuan yang berlaku. Pengelola juga diminta untuk menunjukkan izin dalam menyediakan layanan listrik dan air kepada ribuan warga Kalibata City.
Warga menduga, pengelola sengaja memahalkan atau mark up tarif listrik. Gugatan ini menjadi langkah terbaru warga setelah sebelumnya berupaya mengadukan masalah ke Dinas Perumahan DKI Jakarta, hingga memperotes ke kantor Badan Pengelola meminta penjelasan.
Bantah mark-up
General Manager Kalibata City Ishak Opung membantah pihaknya memainkan tarif listrik dan air.
"Enggak ada, saya pernah sampaikan ke beberapa media bahwa tidak ada pernah naikin atau mark-up tagihan air dan listrik. Saya kira itu sesuai dengan aturan pemerintah kok," kata Ishak ketika dihubungi, Senin.
Ishak merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2015 tentang Penyediaan Tenaga Listrik.
Pihaknya juga membantah klaim warga bahwa Badan Pengelola tidak transparan dalam mengelola uang warga. Ia mengaku setiap bulan selalu menempelkan laporan keuangan di mading tower-tower warga.
Menurut Ishak, masalahnya adalah warga terlalu sering mengeluh meski pihaknya sudah sering mencari jalan tengah melalui mediasi.
"Berapa kali (mediasi), aduh... mereka ini udah beberapa kali, mereka juga pernah komplain. Saya mikir banyak maunya, untuk hal-hal komplain," ujarnya.
Ishak menyatakan pihaknya siap mengikuti proses persidangan. Termasuk mematuhi keputusan hakim jika gugatan warga dikabulkan.
"Hukum menentukan seperti apa kami ikut kok," kata Ishak.