Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlawanan Penghuni Apartemen Kalibata City terhadap Pengembang

Kompas.com - 20/06/2017, 09:33 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masalah tagihan listrik, air, dan iuran pemeliharaan lingkungan di apartemen Kalibata City akhirnya dibawa ke meja hijau. Sidang perdana dijadwalkan digelar Senin (19/6/2017) kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun sidang ditunda hingga 17 Juli 2017 karena pihak tergugat tidak hadir.

Dalam petitum gugatan yang batal dibacakan kemarin itu, gugatan itu didasarkan pada ketidaktransparanan Badan Pengelola dalam mengelola iuran dan tagihan listrik serta air ke warga. Warga menuntut agar pihak tergugat yakni PT Pradani Sukses Abadi selaku pengembang, PT Prima Buana Internusa selaku operator, dan Badan Pengelola Kalibata City membayar Rp 23.176.492 kepada 13 warga penggugat sebagai kerugian biaya tinggal selama ini.

Untuk ganti rugi immaterial, tergugat diminta membayar Rp 1 miliar kepada masing-masing penggugat sehingga totalnya Rp 13 miliar.

"Selama ini tidak ada transparansi uang listrik, air, IPL (Iuran Pemeliharaan Lingkungan), kalau sejak awal berdiri tahun 2010 mungkin sudah puluhan miliar mereka kumpulkan," kata Wen Wen selaku perwakilan warga di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Dalam gugatan mereka, pengelola juga diminta untuk menetapkan biaya tagihan air dan listrik sesuai ketentuan yang berlaku. Pengelola juga diminta untuk menunjukkan izin dalam menyediakan layanan listrik dan air kepada ribuan warga Kalibata City.

Warga menduga, pengelola sengaja memahalkan atau mark up tarif listrik. Gugatan ini menjadi langkah terbaru warga setelah sebelumnya berupaya mengadukan masalah ke Dinas Perumahan DKI Jakarta, hingga memperotes ke kantor Badan Pengelola meminta penjelasan.

Bantah mark-up

General Manager Kalibata City Ishak Opung membantah pihaknya memainkan tarif listrik dan air.

"Enggak ada, saya pernah sampaikan ke beberapa media bahwa tidak ada pernah naikin atau mark-up tagihan air dan listrik. Saya kira itu sesuai dengan aturan pemerintah kok," kata Ishak ketika dihubungi, Senin.

Ishak merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2015 tentang Penyediaan Tenaga Listrik.

Pihaknya juga membantah klaim warga bahwa Badan Pengelola tidak transparan dalam mengelola uang warga. Ia mengaku setiap bulan selalu menempelkan laporan keuangan di mading tower-tower warga.

Menurut Ishak, masalahnya adalah warga terlalu sering mengeluh meski pihaknya sudah sering mencari jalan tengah melalui mediasi.

"Berapa kali (mediasi), aduh... mereka ini udah beberapa kali, mereka juga pernah komplain. Saya mikir banyak maunya, untuk hal-hal komplain," ujarnya.

Ishak menyatakan pihaknya siap mengikuti proses persidangan. Termasuk mematuhi keputusan hakim jika gugatan warga dikabulkan.

"Hukum menentukan seperti apa kami ikut kok," kata Ishak.

KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Sidang perdana gugatan warga terhadap Apartemen Kalibata City di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditunda, Senin (19/6/2017).
Monopoli pengembang

Sejak pertama dihuni pada 2010, serentet keluhan datang dari sejumlah penghuni apartemen Kalibata City. Mereka antara lain mengeluhkan belum diterimanya sertifikat kendati sudah membayar PBB, tidak berfungsinya pengolahan limbah, sarana yang sering rusak, hingga tagihan listrik, air, dan iuran pemeliharaan lingkungan yang dianggap tidak transparan.

Pendiri Kesatuan Aksi Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Indonesia (Kappri) Yudi mencatat serangkaian masalah itu merupakan imbas dari monopoli pengembang. Ia mencatat masalah yang sama terjadi di Marina Mediterania Residences, Mediterania Palace Kemayoran, Apartemen Green Pramuka, dan Apartemen Thamrin City yang seluruhnya juga dibangun oleh pengembang Agung Podomoro seperti Kalibata City.

Yudi menyebut masalah serupa juga terjadi di beberapa aprtemen lainnya.

"Mereka (pengembang) membuat tarif sendiri di luar tarif dasar listrik (TDL) pemerintah. IPL juga, ini yang membuat pundi-pundi para pengembang," kata Yudi.

Pangkal dari serangkaian masalah itu boleh jadi tertuang dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun. Pasal tersebut mengamanatkan pemilik rumah susun wajib membentuk Persatuan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang berkedudukan sebagai badan hukum.

Pengembang diwajibkan memfasilitasi pembentukan P3SRS ini paling lambat setahun setelah penyerahan unit ke penghuni. P3SRS nantinya bertindak seperti RT/RW yang mengelola lingkungan, dengan membentuk Badan Pengelola untuk mengurusi rumah tangga penghuninya.

Sayangnya aturan itu tak pernah dijalankan di Kalibata City. Badan Pengelola diisi oleh perusahaan lain yang ditunjuk oleh pengembang.

Hal yang sama juga sempat dialami Thamrin City. Warga memenangkan kasasi melawan Gubernur DKI Jakarta dan PT Jakarta Realty selaku anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL) setahun lalu.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terbukti mengesahkan P3SRS palsu yang tidak diisi oleh warga dan hanya diisi oleh pengembang. Sayangnya, putusan MA yang memenangkan warga tak kunjung dieksekusi hingga kini.

"Kami masyarakat pengguna atau pemilik apartemen atau rusun merasa terdiskreditkan karena pengembang dibela pemerintah. Padahal pemerintah harusnya bijak di tengah. Masalahnya awalnya dari P3SRS dulu," kata Yudi yang turut berjuang dalam gugatan Thamrin City itu.

Kompas.com/Robertus Belarminus Sejumlah perwakilan warga Kalibata City yang mempertanyakan masalah kenaikan tarif air selesai bertemu dengan pihak pengelola. Pertemuan yang berlangsung kurang lebih dua jam itu masih belum menemui kesepakatan alias buntu. Senin (29/8/2016)
Masih mediasi

Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta Arifin membenarkan adanya perselisihan antara penghuni apartemen Kalibata City dengan pihak pengembang dan pengelola. Akibat perselisihan itu, kata Arifin, hingga kini Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) belum dibentuk.

"Sampai sekarang belum terbentuk, karena keduanya kami lakukan mediasi, ada syarat yang harus dipenuhi bersama. Nah mereka (penghuni dan pengembang) saling enggak mau menyesuaikan sama-sama," kata Arifin, ketika dihubungi.

Arifin menyebut apartemen Kalibata City belum memenuhi syarat untuk membentuk P3SRS. Masalah datang dari pengembang yang belum memenuhi syarat pembangunan apartemen.

"Pembentukan P3SRS harus difasilitasi oleh pelaku pembangunan, harus dibuatkan tatib, dibuat AD/ART-nya, harus dihadiri pemiliknya, kemudian harus ada SK Pertelaannya, harus ada SIPPT-nya, kemudian dibuat lagi SHM rusunnya," ujar Arifin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com