JAKARTA, KOMPAS.com - Mohammad, pria asal Iran yang berstatus pencari suaka telah tinggal di Kelapa Gading, Jakarta Utara, sejak tahun 2010.
"Kami datang ke Indonesia pada waktu itu karena tak ada syarat pengurusan visa untuk masuk ke negara ini. Tapi ternyata Indonesia sangat menyenangkan," kata Mohammad saat ditemui di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2017).
Selama tujuh tahun tinggal di Jakarta, pria berusia 40 tahun yang kerap disapa Badaeriam itu telah mengalami berbagai pengalaman menarik, antara lain saat ia berhasil menulis sebuah buku tentang kebudayaan Indonesia.
"Orang Iran di Jakarta punya komunitas di Kelapa Gading. Saya kemudian punya ide untuk membuat buku agar komunitas kami tahu budaya Indonesia dan dapat bersosialisasi," kata dia.
Dalam buku berjudul Learn Indonesian Language and Culture for Persian Refugee, ia menulis materi belajar bahasa Indonesia dan berbagai macam kebiasaan orang Indonesia yang harus dipahami.
"Saya menulis tentang bagaimana kami harus bersikap, sopan santun hingga gaya candaan orang Indonesia yang sering menyebut "cape deh" sambil memegang dahinya," kata dia.
Karena tak memiliki cukup biaya untuk menerbitkannya dalam bentuk cetak, Mohammad membagikan buku tersebut dalam bentuk portable document format (Pdf).
"Jadi siapa saja bisa menerima dengan gratis dan saya tidak perlu mengeluarkan uang lebih. Hari ini saya sengaja cetak untuk ditunjukkan dalam perayaan Hari Pengungsi Sedunia," kata dia.
Selain menulis buku, pengalaman menarik lain yang ia alami adalah pada saat dirinya bersama istrinya berkesempatan melakukan perjalanan panjang Jakarta - Bali hanya dengan mengayuh sepeda.
"Saya lakukan itu (bersepeda) pada Desember 2016. Di perjalanan banyak yang bertanya 'ngapain itu bule'," kata Mohammad.
Dari pertanyaan-pertanyaan orang tersebut ia jadi memiliki kesempatan untuk menceritakan keberadaan para pencari suaka yang tinggal di Jabodetabek.
"Mereka sangat terbuka dan menerima kami. Mereka memasakkan makanan untuk kami. Sangat menyenangkan," kata dia.
Meski demikian, kehidupan keluarga Mohammad tak jauh berbeda dengan para pencari suaka lainnya. Mereka tak dapat bekerja dan tak ada kesempatan bersekolah untuk putra sematawayangnya. Hal itu menimbulkan beban hidup yang berat.
"Untuk pendidikan saya ajari anak saya Bahasa Indonesia, matematika dengan home schooling. Sekolah internasional sangat mahal, saya tidak punya uang," kata dia.
Ia berharap bisa segera memiliki kewarganegaraan yang sah di suatu negara karena untuk kembali ke Iran sudah tidak mungkin.
Baca juga: Kisah Pilu Para Pencari Suaka di Jabodetabek
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.