JAKARTA, KOMPAS.com – Sore itu cuaca cukup cerah di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Terlihat jajaran kapal dengan beragam jenis dan warna sedang bersandar. Ada sejumlah anak buah kapal duduk sambil mengobrol di atas kapal-kapal itu.
Pelabuhan Sunda Kelapa berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal barang sekaligus lokasi wisata bagi orang-orang yang ingin melihat suasana pelabuhan beserta kondisi kapal barang dari dekat.
Tampak pula para wisatawan lokal dan asing yang datang secara berkelompok. Ada yang mengajak anggota keluarganya, ada pula yang datang bersama teman-temannya. Mereka mendekati kapal-kapal tersebut, lalu sesekali mengambil foto bersama dengan latar belakang deretan kapal.
Di depan sebuah kapal, ada seorang pria sedang duduk bersama temannya sembari memandangi suasana pelabuhan beserta para pengunjung yang lalu lalang di hadapannya pada sore itu.
Pria itu bernama Usman. Usianya lebih kurang 50 tahun. Dia mengaku berasal dari tanah Bugis, Sulawesi Selatan. Saat dia berbicara, memang terdengar logatnya seperti orang yang berasal dari Sulawesi. Dia adalah seorang anak buah kapal dari suatu perusahaan pelayaran. Sudah tiga tahun dia bekerja sebagai pelaut di perusahaan itu.
“Ada tujuh orang (yang bekerja) termasuk saya di kapal ini,” ujar Usman sambil menunjuk kapal berwarna putih tempat dia bekerja, Jumat (30/6/2017) di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.
Para pelaut mendapat penghasilan dari gaji dan komisi. Dari melaut, kata Usman, pendapatannya cukup untuk hidup di Ibu Kota. Saat ini, dia menyewa rumah susun di Cakung, Jakarta Timur. Sebelumnya dia pernah tinggal di Muara Baru, Jakarta Utara. Namun, karena rumahnya digusur, dia memilih pindah ke rusun di Cakung tersebut.
“Saya digaji bulanan. Ada juga tambahan berupa bagi hasil kalau barang bawaan sudah sampai di tujuan. Lumayanlah buat biaya hidup dan sewa rumah,” ucap Usman.
Kapal barang itu menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak. Biasanya, barang bawaan yang diangkut adalah semen dari suatu perusahaan produsen semen di Bogor, Jawa Barat. Bobot muatannya bisa sampai 600 ton untuk sekali berlayar.
Barang itu dibawa ke Riau dengan waktu tempuh pelayaran selama tiga hari. Lalu ada proses bongkar muat di sana, juga sekitar tiga hari. Selain itu, kapal tersebut membawa barang-barang lain ke tujuan yang berbeda, misalnya Pontianak, Bangka, dan Batam.
“Kapal ini umurnya sudah sekitar 30 tahun. Kalau bersandar di sini sudah seminggu, malah kadang bisa sampai dua minggu,” tutur Usman.
Pemilik kapalnya itu adalah seorang pengusaha pelayaran yang mempunyai sembilan kapal. Lima kapal di antaranya sekarang sedang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, sedangkan empat lainnya sedang berlayar ke berbagai tujuan.
Usman menambahkan, kapal barang yang lain ada yang membawa tangki air, makanan kecil, dan serbuk kayu yang digunakan untuk peralatan rumah tangga dari suatu merek, misalnya meja, kursi, dan tempat tidur.
Anak buah kapal menghabiskan waktunya bekerja di kapal dan mengarungi lautan berhari-hari. Tidak jarang bahaya mengancamnya, misalnya saat angin kencang datang pada malam hari ketika berada di tengah laut.
Bagaimanapun juga, Usman menganggap itu sudah menjadi risiko pekerjaannya. Konsekuensi yang harus dia jalani sebagai seorang pelaut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.