JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya untuk menaikkan tunjangan anggota DPRD DKI memang merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Anggota dan Pimpinan DPRD.
Anggota DPRD DKI akan membuat peraturan daerah sebagai turunan dari PP tersebut agar kenaikan tunjangan bisa diterapkan.
Waktu yang mereka punya untuk mengesahkan perda itu memang sempit, yaitu hanya 3 bulan sejak PP keluar pada 2 Juni 2017. Jika tidak, PP tersebut tidak berlaku di Jakarta.
Memang, kenaikan tunjangan itu merupakan hak anggota Dewan. Namun, bagaimana dengan kewajiban mereka? Sudahkah anggota Dewan menjalankan kewajiban mereka dengan baik?
Ternyata, dari 32 perda yang masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda) 2017, belum ada satu pun perda yang disahkan.
(Baca juga: DPRD DKI: Kenaikan Tunjangan Tidak Perlu Diperdebatkan)
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bampeperda) DPRD DKI Jakarta Merry Hotma mengatakan, DPRD DKI Jakarta memiliki target realistis untuk mengesahkan 12 peraturan daerah (perda) hingga akhir 2017.
"Realistis sampai Desember ya 12 (perda) bisa," ujar Merry di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2017).
Merry menyampaikan, dari 12 raperda tersebut, 9 di antaranya diusulkan Pemprov DKI Jakarta.
Rinciannya, 2 raperda tentang kearsipan dan perpustakaan sudah dibahas DPRD DKI Jakarta dan diserahkan ke Kemendagri, 1 raperda tentang perindustrian yang masih dalam pembahasan di DPRD DKI Jakarta, dan 1 raperda tentang pengelolaan perusahaan umum daerah air Jakarta dikembalikan ke eksekutif karena banyak pasal tambahan.
Kemudian, 4 raperda lainnya baru diajukan Pemprov DKI Jakarta ke DPRD DKI Jakarta. "Yang baru itu baru masuk 2 minggu yang lalu, Perda Pasar Jaya, Perda Perpasaran, Perda Manajemen dan Pengembangan PD Pasar Jaya, sama Perda Pajak Penerangan Jalan," kata Merry.
(Baca juga: Lika-liku Upaya Menaikkan Tunjangan Anggota Dewan yang Terhormat... )
Setelah itu, ada 1 raperda yang akan diajukan Pemprov DKI Jakarta di luar prolegda, yakni raperda tentang ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA).
Kemudian, 3 raperda lainnya diusulkan DPRD DKI Jakarta. Ketiga raperda itu yakni raperda tentang sistem pendidikan, corporate social responsibility (CSR), dan kenaikan tunjangan DPRD DKI.
Usulan Djarot
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memandang positif rencana pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) untuk menaikkan tunjangan anggota DPRD DKI.
Djarot bahkan ingin tunjangan anggota Dewan bisa diatur dengan sistem tunjangan kinerja daerah (TKD) seperti eksekutif.
"Artinya apa? Anggota Dewan yang rajin berhak mendapatkan tunjangan yang lebih besar dibandingkan mereka yang tidak rajin. Jadi ada TKD atau tunjangan kinerja dewan, dirumuskanlah supaya fair," ujar Djarot.
Ia menceritakan pengalamannya menjadi anggota DPRD Jawa Timur. Djarot mengatakan, tidak ada perbedaan penghasilan antara anggota Dewan yang rajin dan yang malas.
"Saya pernah jadi anggota Dewan lho, mereka yang rajin, suka menerima pengaduan dengan mereka yang jarang-jarang masuk itu take home pay-nya sama," ujar Djarot.
Padahal, beban kerja anggota Dewan yang rajin lebih berat daripada yang malas hadir.
(Baca juga: Djarot Sebut Anggota Dewan Jadi Malas karena Nilai Tunjangan Sama)
Akibatnya, kata Djarot, anggota Dewan yang rajin ikut-ikutan malas bekerja karena merasa penghasilannya sama dengan yang jarang masuk.
"Akhirnya ada kejadian seperti itu, yang rajin jadi ikut-ikut malas karena dipikir sama saja," ujar Djarot.
Dengan adanya rencana menaikkan tunjangan Dewan melalui perda, Djarot berharap anggota Dewan semakin profesional dan tidak ada lagi yang terlibat kasus proyek fiktif.
"Dengan cara seperti itu sehingga kita membangun sistem demokrasi yang sehat. Dan saya tahu harapan PP (Peraturan Pemerintah) itu ya seperti itu," ujar Djarot.