JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana untuk merekrut warga yang sukarela mengatur lalu lintas seperti 'Pak Ogah' digulirkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Dirlantas Polda Metro Jaya Pragarra yang baru menjabat beberapa bulan yang memunculkan wacana itu.
"Karena sedang pembangunan infrastruktur kami perbanyak personel, terutama di Kuningan, nanti menggunakan sukarelawan pengatur lalu lintas, itu program yang akan dibicarakan, nanti dia akan pakai seragam yang ngatur," kata Halim di Mapolda Metro Jaya, Jumat (21/7/2017).
Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebagai mitra dari Pemprov DKI Jakarta pun berkomentar mengenai wacana ini.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah merasa khawatir jika urusan lalu lintas dipercayakan kepada Pak Ogah yang tidak pernah mendapatkan pelatihan.
"Terus terang saja, kalau menurut saya pribadi ya ada kekhawatiran kalau yang namanya Pak Ogah diresmikan, karena kan terkait masalah mental, pendidikan. Dia merasa dirinya tuh dijinkan akhirnya jadi penguasa," ujar Andri, Selasa (25/7/2017).
Baca: Bisakah Pak Ogah Diberdayakan Menjadi PHL Pemprov DKI?
Harus diingat, keberadaan Pak Ogah bukan hanya sekadar membantu pengendara. Andri mengatakan pada dasarnya Pak Ogah melakukan itu untuk mencari uang.
Jika direkrut resmi oleh polisi, Andri khawatir kebiasaan itu masih berlanjut. Bisa saja Pak Ogah justru 'ngelunjak'.
"Yang tadinya mereka ngasih uang seikhlasnya akhirnya karena merasa sudah diizinkan dan diresmikan, mereka takutnya gede kepala, jadi wajib. Itu yang meresahkan masyarakat," ujar Andri.
Bertentangan dengan perda
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan keberadaan Pak Ogah selama ini sebenarnya melanggar aturan.
Aturan yang dimaksud Sigit adalah Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2014 tentang Ketertiban Umum.
Baca: Alhamdulillah Kalau Pak Ogah Digaji, Mau Banget...
Dalam pasal 7 pada perda tersebut diatur bahwa setiap orang atau sekelompok orang yang tidak memiliki kewenangan dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan dengan maksud mendapatkan imbalan jasa.
Oleh karena itu, Sigit meminta agar rencana polisi yang ingin merekrut Pak Ogah bisa dikaji kembali.
"Ada hal yang bertentangan, ada hal yang bertabrakan. Makanya kita harus sama-sama mengkaji dari segi manfaatnya, terus bisa tidak menyentuh akar masalahnya," ujar Sigit.
Sigit mengatakan Dinas Perhubungan sebenarnya mendukung upaya polisi untuk memberdayakan masyarakat.
Namun, upaya tersebut tetap harus dikaji dengan matang. Sigit tidak ingin keberadaan Pak Ogah justru membuat masalah baru dalam pengaturan lalu lintas.
"Artinya, mereka petugas yang melakukan pelayanan tersebut harus punya kemampuan teknis dong. Lalu apakah nanti ini juga tidak jadi, dalam tanda kutip, bisnis baru buat warga? Ini kita harus betul-betul secara cermat," ujar Sigit.
Baca: Polisi Sebut Pemberdayaan Pak Ogah Belum Final
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat berkomentar bahwa sesungguhnya keberadaan Pak Ogah membantu masyarakat. Meski memungut uang, Pak Ogah tidak mematok tarif dan menerima pemberian sukarela.
Akan tetapi, Djarot meminta agar rencana ini dibicarakan secara matang terlebih dahulu antara polisi dan juga Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Djarot tidak ingin ada masalah-masalah baru yang muncul setelah kebijakan ini dikeluarkan.
"Jangan kemudian setelah itu orang ramai-ramai jadi Pak Ogah," ujar Djarot.