Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Kebiadaban Massa di Bekasi, Ada Apa dengan Kita?

Kompas.com - 14/08/2017, 08:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Di selokan inilah korban dihakimi massa hingga mengalami luka bakar serius di tubuhnya. Lagi-lagi, tak ada satu pun orang di sini , yang bersedia saya wawancara.

Kepala Keamanan Pasar yang sebelumnya bersedia diwawancara tiba - tiba membatalkan. Demikian pula dengan orang-orang yang ada di sekitar lokasi.

Saya sengaja datang ke lokasi di saat waktu yang sama dengan waktu kejadian. Saya ingin mengamati ramainya suasana persis saaat kejadian terjadi.

Daerah itu memang sungguh ramai, terutama oleh lalu-lalang sepeda motor. Begitu ramainya, sampai-sampai menyeberang jalan pun sulit. Padahal, lebar jalan hanya sekitar dua lajur mobil.

Rupanya orang-orang di sekitar lokasi ini takut memberikan pernyataan karena polisi terus mengembangkan kasus ini. Mereka yang berada di lokasi kejadian tidak ingin dianggap terlibat.

Informasi saya dapatkan, ada kerumunan orang sepanjang 100 meter di lokasi jalan itu, pada selasa (1/8) sore, dua pekan lalu. Jika lebar jalan 7 meter, artinya 700 meter persegi dipenuhi oleh orang.

Artinya, kemungkinan ada ribuan orang saat kejadian. Selain menyaksikan, sebagian dari mereka ikut menyiksa Zoya hingga membakarnya.

Ada apa dengan kita?

Pertanyaan selanjutnya, mengapa ini bisa terjadi?

Mengapa ada waktu lebih dari 10 menit dan tak ada dari ribuan orang itu yang mencoba mencegah terjadinya penghakiman massa, bahkan penyiksaan sadis?

Dua kata kunci, lebih dari 10 menit dan bahkan mungkin ada ribuan orang. Tak ada satu pun yang menolong. Ada apakah gerangan?

Saya yakin jawabannya tak bisa didapat hanya dengan melihat rasio indeks Gini yang mengukur secara statistik ketimpangan si kaya dan si miskin yang nilainya masih tinggi terutama di kota kota di Indonesia termasuk Jakarta dan sekitarnya.

Nilai Indeks Gini sering dikaitkan dengan gesekan dan kerusuhan sosial di masyarakat. Apakah jawabnya ada di sektor pendidikan? Tidak sesederhana itu.

Saya menantang kriminolog atau sosiolog untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Kita berharap, tak pernah ada lagi peristiwa serupa yang luar biasa biadab di kota-kota di negeri kita dan di manapun di dunia.

Semoga.

Saya Aiman Witjaksono,

Salam!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com