JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang gugatan 13 warga Apartemen Kalibata City melawan pengembang dan pengelolanya kembali dilanjutkan dengan agenda replik, atau jawaban penuntut atas tangkisan terdakwa atau pengacaranya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (14/8/2017).
Dalam sidang kali ini, warga melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa penetapan tarif listrik oleh pengelola adalah pelanggaran hukum karena adanya penggelembungan atau mark up.
"Jelas perbuatan melanggar hukum karena ada kenaikan tarif secara sepihak yang dilakukan oleh tergugat yang membebankan kepada para penggugat," kata kuasa hukum 13 warga penggugat, Syamsul Munir, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (14/8/2017).
Dalam sidang sebelumnya, pengembang dan pengelola berdalih warga yang keberatan terhadap tarif, seharusnya menetapkan objek gugatannya tersebut sebagai wanprestasi dan bukan perbuatan melawan hukum karena tarif listrik adalah kesepakatan kedua belah pihak.
Namun, menurut Munir, dalam praktiknya di lapangan, warga mempertanyakan izin usaha penyediaan tenaga listrk (IUPTL) yang dikantongi pengelola. Selama ini, warga membayar tagihan listrik ke pengelola namun tidak pernah ditunjukkan IUPTL.
"Karena fakta di lapangan dia ikut mendistribusikan, menagih, jadi ada over kegiatan yang dilakukan dan ini menabrak Undang-Undang Ketenagalistrikan," ujar Munir.
(baca: Kalibata City Nilai Gugatan Penghuni soal Tarif Listrik dan Air Keliru)
Begitu pula dengan tarif air, warga Kalibata City meyakini pengelola dan pengembang tidak memiliki dasar untuk mengelola air minum.
"Maka kami katakan bahwa ini adalah kegiatan pelanggaran hukum, bukan wanprestasi," ujar Munir.
Selain itu, klaim pengelola soal penetapan tarif listrik dan air merupakan kesepakatan pengelola dengan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS), dibantah oleh warga.
Pengelola sebelumnya mengatakan P3SRS sudah terbentuk pada 15 Mei 2015 sesuai dengan rapat umum yang dicatat akta notaris.
Padahal dalam kenyataannya, belum ada SK Gubernur yang mengesahkan P3SRS Apartemen Kalibata City.
"Faktanya pemilihan beberapa tahun lalu dia tidak dapat suara penghuni. Jadi karyawan, cleaning service dimasukkan," ujar Munir.
(baca: Perlawanan Penghuni Apartemen Kalibata City terhadap Pengembang)
Adapun Herjanto Widjaja Lowardi selaku kuasa hukum dari PT Pradani Sukses Abadi mengatakan pengelolaan listrik, air, dan lingkungan yang dilakukan oleh pengelola sudah tepat.
Dia menyebut P3SRS yang dibentuk sudah cukup dan mempertanyakan alasan 13 warga menggugat, sebab yang lain tidak masuk dalam gugatan.
Menurutnya, penarikan listrik dan air dilakukan oleh pengelola sebab PLN maupun Palyja tidak bisa menagihkan satu per satu ke penghuni.
"Mereka kan enggak mungkin dan tidak bisa melayani semua, apalagi 13 tower terdiri dari 18 ribu unit, belum lagi termasuk mal-nya, jadi kan perlu ada yang mewakili," ujar Herjanto.