Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Bayi Debora Diperlakukan Berbeda?

Kompas.com - 14/09/2017, 07:21 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah bertemu orangtua bayi Tiara Debora, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mendapat keterangan yang berbeda dari penjelasan RS Mitra Keluarga Kalideres terkait kematian Debora di rumah sakit itu pada 3 September 2017. Koesmedi pun langsung mendatangi RS Mitra Keluarga Kalideres untuk mengkonfirmasi keterangan versi orangtua bayi Debora.

Hasilnya, Koesmedi mengetahui bahwa RS Mitra Keluarga Kalideres memberikan perlakuan berbeda kepada bayi Debora. Sebab, Debora bukan satu-satunya pasien pemegang kartu BPJS Kesehatan yang pernah berobat di rumah sakit tersebut.

Sebelumnya, RS Mitra Keluarga Kalideres pernah menerima pasien BPJS dalam kondisi gawat darurat seperti Debora. Namun, Koesmedi mengatakan rumah sakit memberikan pelayanan yang berbeda dengan yang dialami Debora.

"Walaupun dia (RS) belum bekerja sama dengan BPJS, tapi dia sudah beberapa kali menagih ke BPJS dengan cara seperti itu. Kenapa dengan pasien ini (bayi Debora) tidak diperlakukan seperti itu?" ujar Koesmedi di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (13/9/2017).

Baca juga: Pihak Bayi Debora: Mereka Tak Akui Bersalah, malah Memojokkan Kami

Dengan menagih biaya pengobatan pasien BPJS kepada BPJS Kesehatan, artinya rumah sakit mengetahui bahwa biaya penanganan medis dalam kondisi darurat ditanggung BPJS meski rumah sakit belum bermitra dengan BPJS. Bahkan, pada kasus pasien BPJS yang sebelumnya ditangani RS Mitra Keluarga Kalideres, pasien dirawat inap selama beberapa hari.

"BPJS pernah menerima pasien yang ditagihkan sampai dirawat 3-4 hari, itu pernah," ujar Koesmedi.

Dengan pengalaman menangani pasien BPJS, seharusnya RS Mitra Keluarga Kalideres bisa memindahkan bayi Debora ke ruang PICU (pediatric intensive care unit) tanpa mencari rumah sakit rujukan dan meminta bayaran dari orangtuanya.

Pihak RS Mitra Keluarga Kalideres dalam keterangannya kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta beberapa waktu lalu seakan tidak tahu tentang hal itu.

"Kemarin kan dia (RS) menyatakan dia tidak tahu kalau kegawatdaruratan itu sampai proses stabil," kata Koesmedi.

Siapa yang berbohong?

Satu lagi kejanggalan yang ditemukan Koesmedi dalam pengakuan RS Mitra Keluarga Kalideres sebelumnya, yaitu terkait status kepemilikan BPJS bayi Debora. Awalnya, pihak rumah sakit menyatakan kepada Koesmedi, mereka tidak tahu Debora pemegang BPJS. Mereka meminta keluarga bayi Debora membayar sesuai prosedur biasa, yaitu menyetor uang muka perawatan 50 persen.

Mereka baru tahu Debora pemegang BPJS Kesehatan saat akan mencari rumah sakit rujukan.

Setelah bertemu orangtua Debora, Koesmedi mendapatkan keterangan yang berbeda. Orangtua Debora menyatakan, pihak rumah sakit sejak awal sudah tahu bahwa anak mereka pemegang BPJS.

"Ada beberapa perbedaan, seperti dia (RS) kan sudah tahu bahwa BPJS dipunyai keluarga sejak awal. Tapi tadinya rumah sakit bilang dia enggak tahu. Baru ketika mencari kamar, dia baru tahu," ujar Koesmedi.

Lihat juga: Dinkes DKI: Sanksi Tertulis untuk RS Mitra Keluarga Bisa Berubah setelah Audit Medik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com