JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta Thoman Pardosi mengatakan, 2016 menjadi tahun demokrasi paling buruk di Jakarta selama tujuh tahun terakhir.
Penurunan angka indeks demokrasi DKI Jakarta juga cukup drastis dibandingkan tahun sebelumnya.
"2016 menjadi tahun demokrasi paling buruk selama tujuh tahun terakhir dari 2009. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi DKI Jakarta 2016 mencapai angka 70,85 dalam skala 0 sampai 100," ujar Thoman di Kantor BPS DKI Jakarta, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2017).
"Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan angka IDI DKI Jakarta 2015 sebesar 85,32," ujar Thoman di Kantor BPS DKI Jakarta, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2017).
Baca: Perencanaan Pembangunan DKI Akan Gunakan Data BPS dan LAPAN
Pada 2014, indeks demokrasi di Jakarta mencapai 84,70, pada 2013 yakni 71,18, dan pada 2012 adalah 77,72.
Sementara pada 2011 mencapai 77,81, 2010 sebesar 77,44, dan pada 2009 tercatat sebesar 73,91.
Thoman menjelaskan, perubahan indeks demokrasi di Jakarta ini terjadi karena beberapa alasan. Salah satunya, 2016 menjadi tahun pilkada menjelang pemungutan suara pada 2017.
Pada tahun digelarnya pilkada, lanjut Thoman, banyak kejadian yang menganggu proses demokrasi.
"Pada tahun-tahun (pilkada) itu ada banyak orang turun ke lapangan karena ada kampanye. Jadi kampanye itu ada yang enggak suka, dihadang," kata dia.
Penyebab lainnya yakni adanya unjuk rasa yang seharusnya disampaikan secara baik-baik dan sesuai aturan, tetapi seringkali melebihi waktu sehingga harus dibubarkan aparat.
Pembubaran aksi itu pun terkadang dilakukan dengan cara penembakan gas air mata, dan lainnya. Hal ini juga menjadi faktor penyebab turunnya nilai indeks demokrasi di Jakarta.
"2016 itu adalah masa di mana Jakarta terbuka kejadian-kejadian yang tidak demokratis terjadi, terbuka pada 2016 karena kebetulan pada tahun pilkada," ucap Thoman.
Baca: BPS DKI: Jumlah Pengangguran di Jakarta Berkurang
Selain itu, penyebab menurunnya indeks demokrasi karena kurangnya produk hukum dan rekomendasi yang dihasilkan DPRD, kurangnya kaderisasi yang dilakukan partai politik, serta tidak mampunya pemerintah memfasilitasi saluran demokrasi karena keterbatasan anggaran.
Meski begitu, Thoman menyebut indeks demokrasi di Jakarta masih lebih tinggi dibandingkan indeks demokrasi nasional Indonesia.
"Masih lebih tinggi DKI, 70,85 kita, 70,09 nasional," kata Thoman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.