DEPOK, KOMPAS.com - Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Depok menduga banyak toko obat di wilayah tersebut menjual obat keras secara ilegal. Dugaan itu mengemuka setelah penggerebekan sebuah toko obat di Jalan Pekapuran, Cimanggis pada Selasa kemarin. Toko itu dilaporkan sering menjual obat keras ilegal.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Depok, Ajun Komisaris Besar Hesti Cahyasari menyatakan, pihaknya sudah menerima laporan mengenai toko-toko obat di Depok yang kerap menjual obat keras ilegal.
"Yang kemarin kami razia baru satu toko. Tapi dari laporan masih ada beberapa toko yang lain," kata Hesti di Mapolresta Depok, Rabu (20/9/2017).
Dalam penggerebekan di Pekapuran pada Selasa kemarin, aparat gabungan dari BNN dan Polresta Depok menyita 15.743 butir obat dari berbagai jenis, masing-masing Tramadol, Heximer, Tramadol Dexa, Trihex, Dumolid, Aprazolam dan Reklona.
Menurut Hesti, obat-obat tersebut tidak ditemukan di etalase toko, melainkan di dapur dan plafon bangunan.
"Jadi memang ada indikasi obatnya ini dijual secara ilegal," ujar dia.
Baca juga: Dijual Ilegal, Obat Keras di Depok Bisa Dibeli Seharga Rp 10.000
Tidak hanya menyita obat, aparat gabungan juga mengamankan 15 orang calon pembeli obat. Mereka dijaring satu per satu setelah kedapatan datang ke toko obat Anugerah untuk membeli obat keras yang disita.
Dari 15 orang, dua diantaranya diketahui pelajar kelas II SMP dan II SMA. Mereka semua diamankan hanya dalam tempo waktu setengah jam.
"Itu hanya setengah jam. Kalau menunggu beberapa jam mungkin bisa satu truk yang diangkut," kata Hesti.
Obat-obat keras yang disita di Depok diketahui adalah obat golongan "G" yang pemakaiannya harus atas seizin dokter. Namun di toko obat Anugerah, pembeli dapat membeli secara bebas berapapun jumlahnya.
Dari hasil pemeriksaan terhadap para calon pembeli yang diamankan, mereka membeli obat keras itu untuk dijadikan sebagai penenang. Hesti menilai apa yang dirasakan tersebut sebenarnya hanya sugesti.
Hesti menyebutkan, para pengguna obat keras yang diamankan akan direhabilitasi di panti sosial.
"Setelah ini akan dilakukan tes urine dan diassesment. Kemudian baru ditentukan apakah akan direhabiliasi secara sosial atau medis," kata Hesti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.