JAKARTA, KOMPAS.com - "Benar enggak sih anak saya berangkat ke Kanada?" tanya Purwati saat ditemui di tempat tinggalnya di persimpangan Jalan Gandastuli, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2017) petang. Pertanyaan itu terus-menerus dilontarkan Purwati ketika berbicara dengan Kompas.com.
Purwati tak tahu Kanada berada di mana. Ia bahkan selalu menyebutnya dengan 'Cendana' sebelum tahu penyebutan yang benar adalah 'Kanada'.
Ia bukan tak percaya kepada kemampuan dan keberuntungan anaknya, tetapi Purwati lebih sering bertemu dengan kemalangan dalam hidupnya. Ia merasa aneh ketika nasib baik menghampirinya.
Nama dan wajah Purwati muncul dalam pemberitaan setelah kisah soal Monica (15), anak yang berhasil dipilih berangkat ke Kanada, nyaris gagal berangkat karena Purwati tak bisa ditemukan untuk diminta tanda tangannya.
"Iya ini, saya di-SMS terus beberapa hari sebelumnya. Katanya mau ketemu minta tanda tangan, ngabarin kalau Monic juara gitu, ke luar negeri. Tapi ya saya enggak percaya makanya saya diemin," ujar Purwati.
(baca: Tak Punya Rumah, Purwati Rencananya akan Dibawa ke Rumah Aman Kemensos)
Monica adalah anak ketiga Purwati. Bocah itu lulus seleksi untuk berangkat ke Kanada setelah mengirimkan artikel tentang mengakhiri kekerasan anak.
Monica mendapat undangan pertemuan The WHO 8th Milestone of Global Campaign for Violence Prevention, di Ottawa, Canada pada 19-20 Oktober 2017. Pertemuan itu akan dihadiri oleh perwakilan anak, pemerintah, NGO (non-governmental organization/lembaga swadaya masayarakat) sedunia.
Tanda tangan Purwati di visa Monica diperlukan agar Monica bisa berangkat. Rabu siang, pihak Dinas Sosial mencari Purwati. Setelah ditemukan, pengurus keberangkatan Monica bergegas berangkat ke Kuningan City untuk menyerahkan dokumen itu. Mereka tiba tepat sebelum batas akhir penyerahan dokumen.
Hidup dalam kemiskinan
Monica tak tinggal bersama Purwati. Bocah itu tinggal di Yogyakarta bersama kakaknya, David (18) di bawah pengasuhan 'Mbah', dermawan yang menolong Purwati belasan tahun silam ketika ia hidup tak menentu.
Masa kecil Purwati dihabiskan di bawah asuhan ibu angkatnya di daerah Kramat, Senen. Dengan pendidikan terbatas, Purwati sering bekerja sebagai petugas kebersihan.
Ia kemudian bertemu dengan ayah Monica dan menikahinya. Mereka memiliki tiga anak yakni Devi (21), David, dan Monica. Sayangnya ketika Monica masih bayi, ayahnya meninggal akibat kecelakaan saat berangkat kerja.
Tanpa pekerjaan, Purwati seorang diri menghidupi anak-anaknya. Ia tinggal di rumah gubuk dengan berjualan sabun colek. Ketika itu, sabun merk Boom harga ecerannya masih Rp 2.500. Purwati menjualnya seharga Rp 5.000 sehingga bisa menghidupi anak-anaknya.
Ia kemudian tak sengaja dihampiri dermawan yang bergabung dalam komunitas agama. 'Mbah' yang prihatin akan nasib Purwati, menawarkan agar dua anak Purwati yang masih kecil, David dan Monica, diasuh oleh "Si Mbah" di Jogja.