Buktinya, kata ‘Pribumi’ menjadi masalah karena dianggap kepemimpinan yang baru terpilih dianggap sedang ‘cari perhatian' (caper) dan di sisi lain ada publik yang masih ‘bawa perasaan' (baper).
Dus, terjadilah polemik yang berkelindan dalam ruang publik. Bisa dianggap keduanya belum move on secara sempurna dari fase marketing politik ke fase political public relations.
Masih terbawa suasana kontestasi dan diferensiasi, bukan suasana kompetisi dan kolaborasi. Padahal, Pilkada sudah selesai kini saatnya publik maupun aktor politik secara tekun membangun kota.
Baca juga: Penjelasan Anies Baswesan Terkait Istilah Pribumi dalam Pidatonya
Peristiwa itu dapat menjadi sebuah signal bahwa proses rehabilitasi dan rekonsiliasi mutlak dilakukan dengan cara terbaik. Salah satunya dengan sesegera mungkin mulai menempatkan konfigurasi pemilih dalam satu wadah yang sama sebagai entitas publik.
Karena jika itu dilakukan, janji akan berubah menjadi pelayanan publik (public services), program menjadi keterlibatan publik (public engagement) dan koneksi menjadi relasi saling menguntungkan (public relations).
Pihak yang berkontestasi sudah harus mampu mengelola konflik berdasarkan standar dan tolok ukur yang lebih objektif. Sehingga pada akhirnya, tidak ada pihak yang selalu mencari-cari kesalahan di satu sisi, sedangkan posisi yang berseberangan tidak ada pihak yang selalu mencari pembenaran. Jika situasi ini terus terjadi, sungguh sangat menguras energi percuma.
Tidak perlu ada lagi pembelahan yang dramatis dan pembelaan yang berlebihan, karena semua ukuran maupun takarannya jelas pada keberpihakan publik.
Baca juga: Pribumi dan Politik Populisme
Hingga pada akhirnya, hari-hari ke depan bisa jauh lebih produktif untuk menyelesaikan persoalan mendasar sebuah kota besar. Seperti ketimpangan ekonomi dan kemiskinan struktural, revitalisasi transportasi publik, dan fasilitas umum. Juga perbaikan mental publik yang selama ini banyak terabaikan.
Jesper Stromback dan Spiro Kiousis dalam buku Political Public Relations, Principles and Applications, menjelaskan salah satu konsep inti dalam ilmu politik, komunikasi politik, dan PR politik adalah publik dan publik dengan ‘s’.
Perlu disadari apa yang mungkin membuat organisasi politik berbeda dari perusahaan dan organisasi lainnya adalah bahwa jumlah publik yang laten dan sadar serta aktif umumnya cenderung jauh lebih tinggi. Secara alamiah orang akan lebih ideologis memandang persoalan politik, pun dalam titik ekstrem yang lain akan menghasilkan pribadi yang apatis.
Menurut Dewey (1927), sebuah kelompok dianggap sebagai publik ada prasyarat yang perlu dipenuhi: (a) menghadapi masalah yang sama, (b) menyadari masalahnya, dan (c) memecahkan persoalan tersebut secara bersama.
Gubernur Anis dan Wagub Sandi sudah mendefinisikan banyak sekali permasalahan di Jakarta, itu semua dirumuskan melalui 23 janji kampanye.
Tentu saja situasi tersebut dibentuk tidak untuk melepaskan tanggung jawab kepemimpinan, tapi justru menguji daya jelajahnya membangun relasi yang positif terhadap semua elemen masyarakat. Sekali lagi, tanpa terkecuali.
Untuk menempuh usaha tersebut, menurut EL Bernays dilakukan dengan tiga elemen utama praktik PR politik yang bisa dilakukan, yakni menginformasikan orang (informing people), meyakinkan orang (persuading people), atau mengintegrasikan orang dengan orang-orang (integrating people with people).
Baca juga: Faktanya, Semua Orang Indonesia Imigran, Tidak Ada yang Pribumi
Dua elemen awal mungkin tidak menjadi masalah utama buat seorang Anies Baswedan yang tutur bicara dan kemampuan artikulasinya baik.
Namun ujian sebenarnya dibutuhkan saat Gubernur DKI ke-19 tersebut mampu secara aktif menjadi pionir utama dalam proses integrasi publik. Aktif membangun beragam kanal dan forum yang melimpah agar publik saling membaur dan bertukar pikiran secara lapang.
Gubernur baru harus mampu menciptakan suasana hati publik (public mood) yang integratif dan kolaboratif. Epik yang lain publik pun harus terus memperbaiki cara memandang seorang pemimpin dari waktu ke waktu. Bukan sekadar lover and haters abadi, namun secara tekun mengukurnya pada kinerja dan reputasi yang dilakukan.
Tegur jika salah, dukung bila benar. Jika itu terjadi, maka ruang publik bukan tidak mungkin akan lebih ramah dan nyaman untuk kita semua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.