Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Mahesh Pertahankan Lahan Haji Nawi hingga Akhirnya Bertemu Anies

Kompas.com - 22/10/2017, 09:30 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun lalu, Mahesh Lalmalani bersama 6 orang pemilik lahan di Jalan Fatmawati menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Gugatan mereka terkait pembebasan lahan untuk proyek Mass Rapid Transit (MRT). Para pemilik usaha itu menuntut agar pemerintah menghargai tanah mereka senilai Rp 150 juta per meter. Rinciannya, Rp 100 juta untuk kerugian immateriil dan Rp 50 juta untuk nilai tanah.

Harga tersebut dipertimbangkan oleh Mahesh kawan-kawan, mengingat kawasan itu adalah tempat usaha. Selain itu, usaha mereka juga merugi sejak ada konstruksi proyek MRT. Omzet menurun dan banyak toko yang akhirnya tutup.

Menanggapi gugatan Mahesh saat itu, Kepala Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup Jakarta Selatan Bambang Eko Prabowo menjelaskan, proses pembebasan lahan berada di BPN. BPN sudah menyerahkan data nominatif atau data berisi bidang mana saja yang harus dibebaskan ke kelurahan. 

Bambang memastikan tidak ada tanah yang bernilai di atas Rp 100 juta per meter. Pemprov DKI saat itu menghargai sekitar Rp 33 juta per meter.

"Untuk data bidang memang masih berjalan. Harga yang akan dibayarkan sendiri itu bukan dari kami (pemerintah). Tapi appraisal dari akuntan publik. Jadi sejatinya tidak ada yang namanya tawar-menawar atau negosiasi," kata Bambang.

Baca juga : Keluhan Warga yang Usahanya Sepi Sejak Ada Proyek MRT

Untuk proyek MRT ini, pemerintah menggunakan sistem pinjam pakai. Para pemilik bidang akan dibongkar dan dimanfaatkan lahannya, baru dibayarkan kemudian. Sementara bagi yang menolak, akan dibebaskan dengan konsinyasi, yaitu menitipkan uang ke pengadilan.

"Konsinyasi lewat pengadilan kalau dia tidak mau. Harganya ya appraisal dari akuntan, itu yang akan dititipkan di pengadilan, terserah dia setuju atau tidak, kami tetap bongkar lahannya," kata Bambang.

Persidangan pun terus bergulir. Sampai akhirnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian permohonan Mahesh dan kawan-kawan dengan mewajibkan pemerintah membayar Rp 60 juta per meter.

Namun, terkait putusan tersebut, Pemprov DKI kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena menilai Rp 60 juta per meter terlalu tinggi. 

Mahesh, seorang warga Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan menjelaskan alasannya rela melepaskan tanahnya yang terkena dampak pembangunan MRT, Sabtu (21/10/2017). Mahesh adalah warga yang sebelumnya sempat bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Jumat kemarin. Kompas.com/Alsadad Rudi Mahesh, seorang warga Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan menjelaskan alasannya rela melepaskan tanahnya yang terkena dampak pembangunan MRT, Sabtu (21/10/2017). Mahesh adalah warga yang sebelumnya sempat bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Jumat kemarin.

Gugat Rp 1 miliar

Tak selesai sampai di situ, Mahesh kembali mendaftarkan gugatan baru untuk melawan Kantor Jasa Penilai Publik dan Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Selatan selaku Panitia Pengadaan Tanah (P2T) proyek MRT.

Pemilik toko karpet, Serba Indah itu menggugat soal appraisal atau penilaian terhadap tanah yang terkena dampak proyek MRT.

"Saya gugat Rp 1 kalau mereka terbukti salah," kata Mahesh, saat ditemui di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, Kamis (6/7/2017).

Baca juga : Demi Kepuasan Batin, Seorang Warga Gugat Proyek MRT Rp 1

Menurut Mahesh, appraisal atau penilaian oleh konsultan yang dijadikan patokan pembebasan lahan, tidak sesuai dengan pasal 34 ayat (3) UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Umum.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com