Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah PNS DKI Menyamar Saat Masuk Kelab Malam demi Genjot Pajak

Kompas.com - 25/10/2017, 10:31 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis


"Ya kalau ke tempat dugem, saya seperti pengunjung biasa pakaiannya. Kalau diminta bayar sama bouncer di depan, ya saya bayar, tidak ngaku-ngaku dari pemerintah," ujarnya.

Yang dikunjungi Ys adalah tempat yang izinnya terdaftar sebagai restoran, namun dari luar terlihat seperti kelab malam.

Hal yang membedakan penggolongan tempat hiburan dengan restoran atau kafe biasa yakni tak bisa sembarang orang masuk. Pengunjung kadang harus menjadi member, atau membayar hanya untuk masuk.

Restoran atau kafe biasa diperbolehkan menyediakan musik (live music) untuk menarik orang datang. Namun, kelab malam menyediakan musik, biasanya disc jockey (DJ) dengan mewajibkan penonton membayar tiket masuk (admission).

Bukti bayar masuk itu, kata Ys, tak cukup untuk membuktikan kelab malam yang dituju menghindari pajak. Ys tetap harus masuk ke dalam untuk menghitung potensi pajaknya. Sebab, wajib pajak melaporkan sendiri keuntungan pajaknya.

Kondisi itu kerap menjadi celah wajib pajak mengurangi pendapatannya agar membayar pajak dalam jumlah yang kecil.

"Setelah masuk di dalam, saya pesan miras juga seperti pengunjung. Ini supaya dapat bukti setruk berisi tarifnya," ujar Ys.

Di dalam kelab malam, Ys tetap harus fokus mencatat dan menghitung diam-diam fasilitas yang ada di dalam, sehingga bisa memperkirakan berapa operasional kelab agar tetap hidup. 

Dia juga menganalisis omzet minimalnya. Tak lupa, ia juga berfoto-foto yang nantinya akan menjadi barang bukti.

Sering kali juga, ketika mengunjungi tempat hiburan berkedok restoran itu, Ys menemui bilik karaoke. Untuk menghitung jumlah pengunjung, ia mengintip-intip atau berusaha membuka pintu bilik. Jika terkunci, itu bisa berarti di dalamnya ada orang.

Ys bertahan di dalam hingga tutup sekitar pukul 04.00 pagi hari. Pukul 07.30, Ys sudah harus berada di kantor.

Ia datang untuk apel atau upacara, namun setelah itu dibebaskan untuk tidur beristirahat. Kegiatan semacam ini dilakukan berulang hampir setiap hari oleh dia dan empat anak buahnya.

Jika bukti dan analisis sudah disusun, pemilik kelab biasanya akan dipanggil. Mereka tak berkutik ketika dipaparkan bahwa tempat mereka berbeda jauh dari izin restorannya.

"Bulan ini saja sudah dapat empat tempat yang akhirnya mengubah izinnya karena kerja yang seperti itu," ujar Ys.

Hebatnya lagi, kebanyakan uang yang dikeluarkan untuk kegiatan ini berasal dari uang insentif para PNS sendiri. Jika dibandingkan dengan potensi penerimaan pajaknya, pengeluaran mereka jauh di bawah uang yang masuk ke kas DKI.

"Cuma satu yang saya sendiri enggak masukin, itu yang ketangkap kemarin, T1 Spa," ujarnya.

 Sebelum terbongkarnya T1 Spa oleh kepolisian, Ys yang dulu bertugas di Jakarta Pusat pernah mengecek tempat yang izinnya untuk kebugaran itu. Pemeriksaan pajak itu akhirnya berbuntut pada penyelidikan polisi.

Mengingat fungsi tim indik-indik ini bisa menaikkan pendapatan pajak, ia berharap ke depan jumlah personel di Badan Pajak ditambah. Tentu saja tujuannya agar pekerjaan mereka  menjadi lebih ringan dan penerimaan pajak juga semakin besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com