Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Buruh Kecewa, Anies-Sandi Samalah dengan Ahok"

Kompas.com - 02/11/2017, 10:49 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Departemen Infokom dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Kahar S Cahyono mengatakan, keputusan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam menetapkan upah minimum provinsi tak jauh berbeda dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Mereka sama-sama menetapkan UMP DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Kahar mengatakan, saat kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies pernah membuat kontrak politik dengan buruh dan berjanji tak akan menggunakan PP No 78 sebagai dasar penetapan UMP.

"Kami buruh kecewa. Anies-Sandi samalah dengan Ahok yang kami kritik dengan upah murah itu. Enggak jauh beda karena keduanya menetapkan upah dengan PP No 78," ujar Kahar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (2/11/2017).

Baca juga: Buruh Kecewa dengan Anies-Sandi yang Teken UMP Rp 3,6 Juta

Dari 10 poin kontrak politik dengan buruh yang diteken Anies, salah satu poin yang disepakati ialah tidak menggunakan PP No 78 untuk dijadikan dasar penetapan UMP DKI Jakarta. Serikat buruh meminta agar UMP DKI Jakarta ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Penghitungan UMP menurut UU No 13/2003 berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Jika berdasarkan rumus tersebut, kata dia, UMP layak di DKI Jakarta Rp 3,9 juta.

Dengan demikian, para buruh mempertimbangkan mencabut dukungan terhadap pemerintahan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

"Elemen buruh yang mendukung (penetapan UMP) Rp 3,9 juta, kan, elemen yang mendukung Anies-Sandi memenangi pemilihan kemarin. Kami sudah mempertimbangkan mencabut dukungan," ujar Kahar.

Baca juga: Di Hadapan Buruh, Sandi Bilang Banyak Tekanan dalam Memimpin Jakarta

Kahar mengatakan, buruh juga mempertimbangkan melakukan perlawanan secara hukum atas penetapan UMP DKI Jakarta. Sejumlah serikat buruh pernah menggugat Pergub Nomor 227 Tahun 2016 tentang UMP DKI Jakarta Tahun 2017 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Saat itu Ahok menetapkan UMP DKI Jakarta Rp 3,3 juta yang dinilai tidak layak oleh sejumlah serikat buruh.

"PTUN mengabulkan sebagian gugatan buruh yang mengatakan penetapan UMP tidak didasarkan pada KHL itu cacat hukum. Justru sekarang di ulang yang sama. Kami akan melakukan aksi besar-besaran dan upaya hukum," ujar Kahar.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan UMP DKI 2018 sebesar Rp 3.648.035, naik 8,71 persen dari UMP 2017.

Dalam menetapkan UMP itu, Pemprov DKI Jakarta mengacu pada PP No 78/2015 tentang Pengupahan dan undang-undang lain.

Meskipun UMP tak sesuai tuntutan buruh, Pemprov DKI Jakarta akan memberikan kompensasi bagi buruh yang besaran gajinya maksimal setara UMP. Kompensasi itu diberikan untuk menurunkan pengeluaran biaya hidup mereka. Anies dan Sandi akan memberikan layanan gratis naik transjakarta bagi buruh yang bekerja di Ibu Kota mulai 2018.

Selain layanan gratis transjakarta, Pmprov DKI Jakarta juga akan memberikan subsidi pangan. Buruh bisa berbelanja di Jakgrosir yang menjual harga kebutuhan pokok lebih murah 10-15 persen dari harga pasar.

Kompas TV Upah Minimum 2018 diputuskan naik sebesar 8,71 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi 'Start' dan Ragu-ragu

Pedagang Maju Mundur Jual Foto Prabowo-Gibran, Ada yang Curi "Start" dan Ragu-ragu

Megapolitan
Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Pagi Ini, Lima RT di Jakarta Terendam Banjir akibat Hujan dan Luapan Kali

Megapolitan
Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Cek Psikologi Korban Pencabulan Ayah Tiri, Polisi Gandeng UPTP3A

Megapolitan
Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Hampir Lukai Warga dan Kakaknya, ODGJ di Cengkareng Dievakuasi Dinsos

Megapolitan
Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Saat Pedagang Kecil Jaga Marwah Kebangsaan, Belum Jual Foto Prabowo-Gibran meski Sudah Jadi Pemenang

Megapolitan
Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com