Kompas.com - 02/11/2017, 12:13 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak kehadirannya di Indonesia antara tujuh hingga tiga tahun lalu, transportasi online hadir menjadi primadona untuk menembus kemacetan, khususnya di Ibu Kota. Terlebih, jika seorang warga sedang terburu-buru untuk sampai ke tempat tujuan.

Namun bersamaan dengan perbaikan sarana transportasi massal, muncul fenomena baru. Di mana warga menggunakan transportasi online dan mengombinasikannya dengan transportasi massal. Mereka akan memulai perjalanan dari rumah menggunakan transportasi online untuk ke halte atau stasiun terdekat. Kemudian dari halte atau stasiun tujuan, naik transportasi online lagi.

"Yang kami lihat pertumbuhan (penggunaan transportasi online dan transportasi massal) cukup pesat, banyak orang yang mulai atau mengakhiri dalam 200 meter dari stasiun (KRL) termasuk (halte) transjakarta," kata John Colombo, Head of Public Policy and Government Affairs Uber Indonesia, Rabu (2/11/2017).

Berdasarkan fenomena ini, Uber meyakini, jika banyak orang meninggalkan kendaraan pribadinya, lalu beralih menggunakan transportasi massal yang dibantu dengan transportasi online, kemacetan dapat berkurang. Menurut John, kondisi ini bisa terjadi jika ridesharing atau berbagi tumpangan dilakukan oleh mereka yang sudah memiliki mobil.

Sebab sering kali di jalanan Ibu Kota, kita melihat mereka yang terjebak kemacetan, adalah mobil-mobil berpenumpang hanya satu atau dua orang. Namun jumlah mobil di jalanan terasa semakin bertambah.

Baca juga : Revisi Aturan Taksi Online, Uber Ingin Diskusikan Tarif dengan Kemenhub

Sepanjang Juli-Agustus 2017, Uber mensurvei 9.000 responden berusia 18 hingga 65 tahun di sembilan kota besar di Asia, salah satunya Jakarta. Dari survei itu terungkap rata-rata pemilik mobil di Jakarta menghabiskan 68 menit terjebak macet dan 21 menit mencari tempat parkir tiap harinya, atau setara 22 hari per tahun. Sebanyak 72 persen responden di Asia dan 74 persen di Jakarta, harus melewatkan atau terlambat untuk hadir ke acara penting.

Kemacetan parah ini membuat penggunaan dan kepemilikan mobil pribadi kehilangan daya tarik, khususnya di kalangan millenial di Asia-Pasifik. Hampir 50 persen responden yang berusia 18 hingga 34 tahun menyatakan tidak tertarik untuk memiliki mobil. Publik justru lebih terbuka terhadap solusi alternatif. Sebanyak 61 persen generasi muda di Asia menyukai skema berbagi tumpangan sebagai opsi untuk komutasi harian mereka.

Di Jakarta, respon publik terhadap kepemilikan mobil tetap positif. Sebanyak 27 persen tetap berkeinginan memiliki mobil serta 71 persen yang belum memiliki sedang mempertimbangkan untuk membelinya. Tapi mereka juga tetap terbuka untuk tidak memiliki mobil.

Sepertiga dari seluruh pemilik mobil (29 persen) mempertimbangkan untuk tidak lagi memiliki mobil. Jumlah tersebut meningkat hingga 49 persen, jika kondisi terkait parkir tidak membaik. Untuk kebutuhan transportasi sehari-hari, pemilik mobil di Jakarta terbuka terhadap solusi alternatif seperti skema berbagi tumpangan. Sebanyak 53 persen meyakini bahwa layanan berbagi tumpangan bisa menjadi alternatif dibanding memiliki mobil pribadi.

Baca juga : Tiga Hal Ini Jadi Sorotan KPPU terhadap Maraknya Transportasi Online

Riset BCG


Data yang serupa juga ditemukan oleh Boston Consulting Group (BCG) yang mensurvei 300 pelaju masing-masing di Hong Kong, Singapura, Taipei, Kuala Lumpur, Bangkok, Ho Chi Minh, Jakarta, Manila, Hanoi, dan Surabaya pada September-Oktober 2017.

Di Jakarta saat ini, lebih dari 4 juta mobil yang membutuhkan 24.000 lapangan sepakbola untuk lahan parkirnya. Mobil pribadi di Jakarta menghasilkan 22 juta metrik ton CO2 per tahun, cukup untuk mengisi stadion Gelora Bung Karno sebanyak hampir 5.000 kali.

Dengan tingkat pertumbuhan jumlah kendaraan seperti saat ini, kemacetan akan menjadi tidak teratasi, dan kota-kota seperti Jakarta bisa macet total pada tahun 2022.

Rata-rata, tiap pengemudi menghabiskan 1,8 kali lebih lama untuk berpergian pada jam-jam sibuk dibanding jam biasa. Selama jam sibuk itu, lebih dari 50 persen kendaraan dari yang bisa ditampung oleh jalanan di Jakarta. Kemudian lebih dari 50 persen mobil di jalan hanya memiliki 1 orang di dalamnya.

Jika berbagi tumpangan menjadi alternatif kepemilikan mobil pribadi, maka diperkirakan 60 persen mobil dapat dikurangi dari jalanan Ibu Kota, atau sekitar hampir 2,5 juta kendaraan. Pengurangan mobil akan dapat memperbaiki situasi kemacetan dan parkir. Jakarta dapat mengalihkan area sebesar 14.600 lapangan sepakbola yang saat ini digunakan sebagai lahan parkir.

Baca juga : Aturan Baru Ride Sharing Berlaku 1 Januari 2018

Dibanding kota-kota lain di Asia, dalam klasifikasi keragaman transportasi, Jakarta masuk pada tier III atau kota dengan jaringan transportasi publik yang relatif tidak berkembang, atau sangat bergantung pada jaringan transportasi informal seperti Kopaja.

Selain Jakarta, Hanoi, Manila, Ho Chi Minh, dan Surabaya masuk kategori ini. Sementara tier II adalah kota dengan jaringan transportasi yang mulai berkembang pesat seperti Kuala Lumpur dan Bangkok. Adapun tier I adalah kota dengan jaringan transportasi yang sudah berkembang baik seperti Singapura, Hong Kong, dan Taipei.

BCG menganalisa kota-kota yang termasuk dalam tier III bisa memperoleh banyak manfaat dari transportasi online dengan sistem berbagi tumpangan ini.

Di kota-kota tersebut, sekitar 80 persen pelaju yang disurvei mengatakan sangat mungkin untuk membeli mobil pada 5 tahun ke depan. Responden yang sama juga mengatakan tidak akan membeli mobil, 40 persen sangat ingin, 40 persen ingin, apabila berbagi tumpangan dapat memenuhi persyaratan akan kebutuhan transportasi mereka seperti harga, ketepatan waktu dan ketersediaan.

Dengan demikian, Jakarta yang sedang padat-padatnya dengan pembangunan infrastruktur, bukan tak mungkin, kemacetan akan berkurang dengan kombinasi transportasi online dan transportasi massal.


Terkini Lainnya

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Polisi Temukan Dua Luka di Kepala Wanita yang Tewas Bersimbah Darah di Bogor

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Bogor Ternyata Suaminya Sendiri

Pembunuh Wanita di Bogor Ternyata Suaminya Sendiri

Megapolitan
Diduga Korban Pembunuhan, Wanita di Bogor Ditemukan Tewas Bersimbah Darah

Diduga Korban Pembunuhan, Wanita di Bogor Ditemukan Tewas Bersimbah Darah

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Polisi Hentikan Kasus Aiman Witjaksono | Pengakuan Sopir Truk yang Tabrakan di GT Halim Utama

[POPULER JABODETABEK] Polisi Hentikan Kasus Aiman Witjaksono | Pengakuan Sopir Truk yang Tabrakan di GT Halim Utama

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Pekalongan untuk Mudik 2024

Tarif Tol Jakarta-Pekalongan untuk Mudik 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak di Tangerang 29 Maret 2024

Jadwal Imsak di Tangerang 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak di Wilayah Bekasi, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak di Wilayah Bekasi, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsakiyah di Jakarta, 29 Maret 2024

Jadwal Imsakiyah di Jakarta, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Imsak di Depok, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak di Depok, 29 Maret 2024

Megapolitan
Kebakaran Hanguskan Beberapa Rumah di Jalan KS Tubun Slipi

Kebakaran Hanguskan Beberapa Rumah di Jalan KS Tubun Slipi

Megapolitan
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com