JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah 55 tahun nenek Marsiyatim (80) berpisah dari keluarganya. Selama dua tahun terakhir, Marsiyatim menghabiskan masa tuanya di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, Margaguna, Jakarta Selatan.
Marsiyatim yang berasal dari Surabaya, mengaku memiliki suami dan empat anak. Namun suatu hari, suaminya memutuskan meninggalkan Marsiatim dan anak-anak mereka.
"Waktu itu tahun 1963. Saya ditinggalin suami. Anak-anak sama saya," ujar Marsiyatim, Jumat (3/11/2017).
Kepergian sang suami menjadi awal mula Marsiyatim hidup tak menentu hingga berakhir di Jakarta.
Baca juga : Kisah Haru Pertemuan Nenek Tukiah dan Anaknya yang Terpisah 35 Tahun
Marsiyatim bercerita awalnya dia mengontrak rumah bersama anak-anaknya di Ambengan Batu, Gang 1 Nomor 33, Surabaya, Jawa Timur.
Karena kebutuhan ekonomi yang mencekik saat itu, Marsiyatim memutuskan pergi meninggalkan anak-anaknya untuk mencari pekerjaan dengan sepengetahuan pamannya.
Marsiyatim pergi bersama enam temannya untuk menjadi asisten rumah tangga di Ambengan, Surabaya.
Marsiyatim bertahan sebagai asisten rumah tangga di Surabaya selama dua tahun. Karena rindu, dia berniat pulang menemui anak-anaknya.
Namun sayang, Marsiyatim tidak bertemu anak-anaknya karena mereka sudah pindah rumah kontrakan.
"Saya tanya sama tetangga, anak saya ke mana? Enggak ada yang tahu. Paman juga saya tanya enggak tahu anak saya di mana," kenang Marsiyatim.
Baca juga : Umrah dan Umnah, Kembar yang Tidak Pernah Berpisah Selama 84 tahun
Karena tak kunjung bertemu dengan anak-anaknya, Marsiyatim memutuskan untuk tinggal sementara dengan pamannya. Namun setelah itu, dia kembali mencari pekerjaan menjadi asisten rumah tangga.
Nasib berkata lain, bukannya menjadi asisten rumah tangga, Marsiyatim malah bekerja kasar sebagai kuli bangunan, memindahkan besi. Nasib buruk tidak berhenti sampai di situ, Marsiyatim mengalami kecelakaan kerja.
"Saya lagi pindahin besi, tiba-tiba ada besi jatuh dari atas. Kaki kiri saya kena. Terus saya dibawa ke rumah sakit," ujar Marsiyatim.
Setelah dirawat di rumah sakit, Marsiyatim tidak diantar pulang. Ia malah dibawa ke salah satu yayasan di daerah Surabaya.
Dia lalu tinggal di yayasan itu dan berpindah-pindah hingga ke yayasan yang ada di Jakarta, tepatnya di sekitar daerah Petojo, Gambir, Jakarta Pusat.
Marsiyatim sudah tidak ingat nama yayasan tersebut. Dia hanya ingat yayasan itu dihuni warga lanjut usia dan remaja.
Karena keinginannya kembali bekerja, Marsiyatim meminta pihak yayasan agar dia bisa tinggal dengan temannya di daerah Bukit Duri, Jakarta Selatan. Pihak yayasan pun mengizinkan.
Setelah itu, Marsiyatim memutuskan kembali bekerja sebagai asisten rumah tangga. Dia mencuci dan menyetrika pakaian di empat rumah secara bergantian dalam sehari dengan upah masing-masing Rp 35.000 per bulan per rumah.
Dia menjalani pekerjaan itu selama bertahun-tahun.
Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, Marjito mengemukakan, Marsiyatim dibawa ke pantinya karena kondisinya sudah renta. Tetangga dan tokoh masyarakat setempat merasa iba pada Marsiyatim.
"Mereka berinisiatif membantu terkait administrasi agar dapat dirawat di Panti Sosial," kata Marjito.
Marsiyatim menuruti perkataan dari tokoh masyarakat untuk ikut dengan petugas demi kesembuhan kaki kirinya akibat kecelakaan kerja sebelumnya dan masih belum pulih.
"Kami terima di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna pada 29 Oktober 2015. Selama di panti, Marsiyatim sangat mandiri dalam beraktivitas," ujar Marjito.
Di panti, nasib buruk sempat menimpa Marsiyatim saat beraktivitas. Ia terjatuh dan kaki kirinya masuk selokan hingga mengganggu aktivitasnya.
"Saat itu kami rujuk ke Rumah Sakit Tarakan. Ia dirawat beberapa hari di sana," kata Marjito.
Di rumah sakit itu, Marsiyatim kerap berbincang dengan pasien lain di ruangan yang dia tempati. Kebetulan, ada seorang pasien yang memiliki saudara di Surabaya dan meminta saudaranya itu membantu mencari keberadaan anak Marsiyatim.
Hinga suatu hari, alamat anak-anak Marsiyatim berhasil didapatkan di Surabaya dan diberi tahu mengenai kondisi terkini Marsiyatim.
"Pada Kamis 2 November kemarin, anak Marsiyatim yang bernama Sukarman datang bersama dengan Pak RW juga ditemani anggota organisasi MUI ke Jakarta untuk bertemu sekaligus membawa Marsiyatim kembali ke Surabaya," ujar Marjito.
Marsiyatim akhirnya kembali berkumpul dengan keluarganya dan mendapat perawatan di Surabaya.