JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menegur Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Herry Rudolf Nahak terkait penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
Agus dan Saut dilaporkan ke polisi karena diduga membuat surat palsu dan menyalahgunakan wewenang dalam penyidikan kasus Ketua DPR Setya Novanto.
"Kapolri sudah menegur Dirtipidum Polri tentang SPDP ini," ujar Wakil Kepala Polri Komjen Syafrudin di Mapolda Metro Jaya, Senin (13/11/2017).
Syafrudin menambahkan, Kapolri dan dirinya tak diberi tahu penyidik saat SPDP itu diterbitkan.
"Kapolri tidak dilapori karena memang tidak ada kewajiban melaporkan kepada Kapolri," katanya.
Baca juga: KPK Kirim SPDP untuk Setya Novanto pada 3 November
Menurut Syafrudin, penerbitan SPDP itu murni kewenangan penyidik dalam menindaklanjuti laporan atas sebuah kasus. Penyidik, kata dia, mempunyai pertimbangan sendiri dalam menerbitkan SPDP.
"Kami tidak tahu SPDP karena itu kewenangan penyidik dalam menganalisis, menerjemahkan, kemudian menindaklanjuti, bukan kewenangan Kapolri, bukan kewenangan Wakapolri, Kapolda, Kabareskrim, itu kewenangan penyidik," ucapnya.
Baca juga: Kata Novanto soal Tanggapan Jokowi Terkait SPDP Pimpinan KPK
Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan membuat surat palsu dan menyalahgunakan wewenang.
Surat yang dimaksud adalah surat permintaan pencegahan ke luar negeri atas nama Ketua DPR Setya Novanto.
Surat itu diterbitkan pada 2 Oktober 2017, beberapa hari setelah Novanto dimenangkan dalam praperadilan terkait statusnya sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.
Dalam putusan itu dinyatakan bahwa penetapan tersangka Novanto tidak sah dan batal demi hukum.
Baca juga: Kapolri Tegaskan Penyidik Tak Sebar SPDP Dua Pimpinan KPK ke Publik
Hakim praperadilan Cepi Iskandar juga meminta KPK menghentikan penyidikan terhadap Novanto dalam putusan tersebut.
Agus dan Saut dilaporkan pria bernama Sandi Kurniawan pada 9 Oktober 2017 dengan Nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim.
Atas laporan tersebut, polisi telah meminta keterangan sejumlah saksi dan ahli, yakni ahli bahasa, pidana, dan hukum tata negara. Setelah itu, baru dilakukan gelar perkara.