JAKARTA, KOMPAS.com - Kewajiban angkot (angkutan kota) mengubah formasi tempat duduk, dari hadap samping menjadi hadap depan, dan memasang AC merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2015. Peraturan yang diterbitkan Februari 2015 ini mengatur Standar Pelayanan Minimal (SPM) Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek.
Rencananya, penerapan jok angkot menghadap ke depan akan mulai Februari 2018. Dengan demikian, angkot nantinya hanya dapat mengangkut sekitar 8-10 orang, termasuk sopir dan 1 penumpang di sebelahnya.
Ciri khas angkot selama ini adalah formasi jok penumpang yang menyamping. Formasi tersebut terdiri dari 4 penumpang di sisi kiri dan 6 penumpang di sisi kanan.
"Enggak ada lagi istilah 4, 6, 4, 6," kata Dudi, seorang sopir angkot kepada Kompas.com, Kamis (7/12/2017) kemarin.
Baca juga : Organda: Sudah Saatnya Pemerintah Mengubah Model Bisnis Angkot
Selain itu, para sopir menilai, formasi tersebut akan menyulitkan penumpang yang akan naik atau turun dari angkot.
"Menghadap samping saja susah buat orang keluar masuk, apalagi kalau menghadap ke depan. Pintunya saja cuma satu," kata seorang sopir.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Kadishubtrans) DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, usulan aturan jok angkot menghadap ke depan berasal dari Organda (Organisasi Angkutan Darat). Usulan itu muncul menyusul kewajiban pemasangan penyeduk udara (AC) di angkutan kota beberapa waktu lalu. Organda mengusulkan hal tersebut, kata dia, atas pertimbangan kenyamanan.
Namun, menurut Andri, pihaknya masih akan melakukan kajian terlebih dahulu, sebelum aturan tersebut benar-benar diterapkan.
"Oke kalau masalah kenyamanan, kenyamanan dari segi mananya dulu nih? Kalau seumpamanya duduk ke depan, ada AC memang nyaman. Tapi kalau seumpanya masuk keluarnya nyaman enggak?" kata Andri.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organda Ateng Haryono menilai, perubahan formasi jok angkot sebagai upaya mengubah model bisnis angkot meningkatkan pelayanannya.
"Sudah saatnya pemerintah mengubah model bisnis angkutan kota. Model buy the service tentu lebih wajar bagi pelaku angkutan dan terlebih bagi masyarakat penggunanya," kata Ateng.
Selain itu, perbaikan pelayanan yang diterapkan di setiap angkot dinilai akan menghilangkan kesan negatif orang tentang citra angkot yang memiliki pelayanan buruk.
Perubahan memang akan menimbulkan reaksi beragam dari berbagai pengusaha angkutan kota. Mau tidak mau, para pengusaha angkot akan mengeluarkan biaya lebih untuk mengubah angkotnya menjadi lebih nyaman.
"Perubahan jok dan AC, tentu menimbulkan biaya yang sangat berarti dan dirasa berat bagi pelaku industri," kata Ateng.