JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah lembaga pengawas keuangan menilai langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berencana melakukan penyederhanaan terhadap laporan pertanggungjawaban (LPJ) pengurus RT/RW merupakan sebuah kemunduran. Pemprov DKI berencana menyederhanakan LPJ RT/RW dengan menghilangkan key performance indicator (KPI) dan tidak mewajibkan melampirkan kuitansi atas anggaran yang dikeluarkan.
Selain itu, pengurus RT/RW tak diwajibkan melapor dan mencatat rincian anggaran yang dikeluarkan setiap kegiatannya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beralasan, penyederhanaan dilakukan agar pengurus RT/RW lebih fokus untuk melayani warga dari pada harus mengurus kegiatan administrasi.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menilai kebijakan tersebut adalah suatu kemunduran.
Yenny menilai, LPJ tetap perlu disampaikan untuk dikaji ulang. Tentunya ditopang oleh aturan yang mengikat dan instruksi yang tegas dari pemerintah.
"Secara akuntabilitas vertikal, sebenarnya hal ini mengalami kemunduran. Ada sekitar 33.000 laporan mengenai dana operasional yang sebenarnya bisa memfungsikan setiap kelurahan maupun kecamatan untuk me-review," kata Yenny kepada Kompas.com, Jumat (8/12/2017).
Baca juga : FITRA: Penyederhanaan LPJ RT/RW Suatu Kemunduran Sistem Pelaporan
Koodinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan, rencana Anies yang sebelumnya ingin meniadakan LPJ operasional RT/RW bertentangan dengan Undang-Undang Keuangan Negara. Ini karena anggaran yang diberikan Pemprov DKI kepada RT/RW bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
Selain itu, Firdaus menilai penyederhanaan itu sama saja tidak menjelaskan pertanggungjawaban penggunaan dana oleh RT/RW.
Penyederhanaan itu berpotensi menimbulkan praktik korupsi. Dengan kebijakan itu Pemprov DKI Jakarta dinilai tidak mendukung terbentuknya good governance.
Baca juga : ICW: Penyederhanaan LPJ RT/RW DKI Timbulkan Potensi Korupsi
"Dengan pernyataan Pak Anies itu tidak meneguhkan komitmen dia untuk mendukung good governance atau anti korupsi. Ini malah menimbulkan indikasi atau potensi budaya penyimpangan di tataran bawah," ujar Firdaus.
Penyederhanaan LPJ RT/RW itu juga akan berdampak negatif terhadap target Pemprov DKI Jakarta mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, Pemprov DKI Jakarta tidak mewajibkan pengurus RT/RW melampirkan dan melaporkan rincian pengeluaran secara detail.
Laporan menumpuk
Gubernur Anies menilai selalu terjadi penumpukan LPJ dana operasional RT/RW dengan sistem yang selama ini diterapkan Pemprov DKI Jakarta.
Ada 30.407 RT dan 2.732 RW, sehingga jumlahnya 33.139 RT/RW. Anies mempertanyakan pengawasan laporan yang menumpuk itu.
Baca juga : Anies: Kalau Dilaporkan, Ada 33.000 RT Gimana Mengawasinya Coba?
"Kalau dilaporkan jumlahnya 33.000 gimana ngawasin-nya coba? Saya tanya kepada Anda, terima laporan 33.000, gimana ngecek-nya, ayo? Tiap bulan, tuh. Mana yang lebih bisa dipertanggungjawabkan?" kata Anies, Kamis (7/12/2017).
Bahkan Anies sebelumnya sempat berujar hendak menghapus LPJ tersebut. Namun belakangan niat itu diurungkannya. LPJ tetap dibuat dan dilaporkan tiap enam bulan sekali kepada forum warga dan kelurahan.