JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mempertanyakan rencana Pemprov DKI Jakarta membangun fasilitas pengolahan sampah atau intermediate treatment facility (ITF) di sejumlah wilayah di Jakarta.
Meski menggunakan teknologi canggih, lanjutnya, sistem tersebut tak berbeda dengan membakar sampah yang biasa dilakukan rumah tangga. Ia khawatir, pencemaran udara di Jakarta semakin buruk.
"Itu sebenarnya kan hanya memanfaatkan batu bara. Pesannya kan dia mau membakar sampah," ujar Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/12/2017).
Rencana pembangunan ITF sudah bergulir sejak kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Sejumlah organisasi lingkungan berulang kali mengingatkan Pemprov DKI Jakarta tidak membangun ITF. Namun, saran tersebut tak digubris.
Baca juga: Buruknya Kualitas Udara Jakarta Jadi Ancaman bagi Atlet Asian Games
Menurut dia, Pemprov DKI Jakarta seharusnya bisa melakukan cara lain untuk mengurangi sampah.
Salah satunya, mewajibkan warga Jakarta untuk memisahkan sampah organik dan non organik. Jika hal itu bisa dilakukan, menurutnya, tak perlu ada pembangunan ITF.
"Bisa dilakukan kok, tapi memang enggak sebulan atau dua bulan, butuh waktu bertahun-tahun. Kalau mereka enggak mau pisahkan sampahnya, jangan mau diangkat," ucap Ahmad.
Baca juga: Djarot Yakin Pembangunan ITF Sunter Akan Kurangi Jumlah Sampah
Adapun pembangunan ITF direncanakan untuk mengurangi volume pengiriman sampah di Tempat Pengolahan Sampah terpadu (TPST) Bantargebang. Rencananya, ITF dibangun di Sunter dan Cakung.
Sejumlah organisasi sosial menilai Pemprov DKI Jakarta tak menjadikan pencemaran udara sebagai salah satu isu utama yang harus segera diselesaikan.
Padahal tak hanya berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga mengakibatkan kerugian materil.
Baca juga: 2016, Warga Jakarta Rugi Rp 51,2 Triliun karena Pencemaran Udara
Berdasarkan data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), pada 2016 masyarakat harus membayar biaya kesehatan Rp 51,2 triliun. Angka tersebut berasal dari 58,3 persen warga Jakarta yang terbaring sakit karena pencemaran udara, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan sejumlah penyakit pernapasan lainnya.
Angka tersebut meningkat hampir dua kali lipat dibanding 2010, karena biaya kesehatan yang harus dikeluarkan warga sekitar Rp 38 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.