JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memulai penataan kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat pada 22 Desember 2017.
Penataan jangka pendek ini dilakukan dengan menutup ruas Jalan Jatibaru Raya pada pukul 08.00-18.00 untuk semua kendaraan, kecuali transjakarta.
Satu ruas jalan tersebut ditutup dan dijadikan tempat berjualan pedagang kaki lima (PKL). Para PKL itu diberi tenda gratis untuk berjualan.
Sementara itu, satu ruas jalan lainnya digunakan sebagai lintasan transjakarta "Tanah Abang Explorer". Kebijakan itu menuai pro dan kontra.
Tepat satu bulan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno itu diterapkan, para sopir angkot yang rutenya melintasi kawasan Tanah Abang melakukan aksi protes di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (22/1/2018).
Mereka tidak menerima kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menutup ruas jalan demi PKL.
Baca juga : Puncak Kekecewaan Sopir Angkot atas Penutupan Jalan di Tanah Abang...
Menurut koordinator aksi demo para sopir angkot, Darmono, mereka menjerit karena omzet mereka turun 50 persen setelah penataan di Tanah Abang.
"Omzet kami menurun 50 persen setelah penataan Pasar Tanah Abang," ujar Darmono.
Mereka menganggap beroperasinya transjakarta "Tanah Abang Explorer" di jalur yang biasa dilalui angkot menjadi penyebab turunnya omzet para sopir angkot.
Ucapan Darmono diamini Tommi, sopir angkot trayek M10. Tommi mengatakan, pelarangan angkot melintas mengakibatkan omzetnya menurun drastis.
Tommi mengaku selama beberapa hari ini tak lagi memberikan uang kepada keluarganya karena sedikitnya penumpang yang didapat.
"Puluhan tahun saya jadi sopir angkot, asam garam sudah saya dapat. Baru kali ini ada pemerintahan yang gini banget, Pak," ujar Tommi.
Ancam mogok beroperasi
Salah satu koordinator aksi demo sopir angkot, Borlin Simbolon, mengatakan bahwa mereka akan terus melakukan aksi jika Jalan Jatibaru Raya tidak dibuka kembali.