Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejanggalan yang Dinilai Kuasa Hukum Ahok Tidak Dipertimbangkan Hakim

Kompas.com - 26/02/2018, 15:04 WIB
David Oliver Purba,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam memori peninjauan kembali (PK) kasus penodaan agama, kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Fifi Lety Indra, mempertanyakan putusan majelis hakim yang langsung menahan Ahok seusai pembacaan vonis 2 tahun penjara.

Padahal, kata Fifi, saat itu Ahok langsung mengajukan banding. Selain itu, Ahok juga bersikap sangat kooperatif.

"Ketika Pak Ahok diputuskan harus ditahan langsung, nah, putusan ini juga banyak sekali kekhilafan hakim. Dasar penahanannya di satu sisi hakim memberikan pertimbangan bahwa Ahok kooperatif."

"Salah satu dasar penahannya kan takut mengulangi perbuatannya dan enggak diuraikan kenapa Ahok langsung ditahan seketika. Padahal, saat itu juga Pak Ahok langsung menyatakan banding," ujar Fifi seusai sidang PK di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (26/2/2018).

Baca juga: Kuasa Hukum Ahok: Kekhilafan Hakim Cukup Banyak, Banyak Sekali...

Dalam memori banding tersebut disampaikan pula kejanggalan pelapor Ahok yang dianggap tidak dipertimbangkan hakim. Fifi mengatakan, pada saat para pelapor Ahok membuat laporan kepada polisi, berita acara pemeriksaan (BAP) semua pelapor sama persis. Saat persidangan juga pernyataan para saksi pelapor juga sama.

Yang tak kalah penting, kata Fifi, tidak ada satu pun warga Kepulauan Seribu yang tersinggung dengan pernyataan Ahok. Padahal, saat Ahok pidato disaksikan warga dan tokoh masyarakat di sana.

Masyarakat, kata Fifi, baru bereaksi ketika Buni Yani mengedit video Ahok dengan kalimat-kalimat yang dianggap tidak sesuai.

Baca juga: Sidang PK Digelar Tanpa Kehadiran Ahok

"Tidak ada protes, tidak ada marah-marah, tidak ada yang peduli, semuanya adem ayem. Sembilan hari sesudah itu baru ada postingan si Bapak (Buni Yani) itu."

"Kemudian terbukti ada putusan pengadilan bahwa terbukti bahwa postingan tersebut ada tindak pidana," ujar Fifi.

Pertimbangan lain, kata Fifi, terkait kejadian di Belitung yang berkaitan dengan pidato Ahok di Kepulauan Seribu. Saat pemilihan bupati Belutung, beredar isu yang sama terkait tidak memilih pemimpin non-Muslim.

Kejadian yang terjadi di Belitung tersebut yang kembali diingatkan Ahok dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.

Kuasa hukum juga menilai, hakim tidak mempertimbangkan video pidato presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang ditampilkan saat persidangan. Pidato itu menjelaskan boleh memilih pemimpin non-Muslim.

Baca juga: 156 Lembar Memori PK Akan Dibacakan Kuasa Hukum Ahok

Fifi berkeyakinan, seluruh pelapor Ahok merupakan pihak-pihak yang telah sejak lama menyimpan dendam terhadap Ahok.

"Para pelapor itu adalah orang-orang yang membenci Pak Ahok dari sananya, yang sudah mendemo Pak Ahok dari zaman dulu. Itu semua atas nama seluruh penduduk Indonesia yang agama Islam.

"Padahal, saudara kami Kak Nana (kakak angkat Ahok) juga Islam dan banyak sekali pendukung Pak Ahok yang agama Islam dan tidak tersinggung," ujar Fifi.

Baca juga: Mengapa Ahok Ajukan PK atas Vonisnya?

Kompas TV Humas Pengadilan Jakarta Utara menyatakan bahwa pihak terpidana kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama mengajukan PK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDIP Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDIP Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com