JAKARTA, KOMPAS.com - Saat menghadiri rapat nasional Institut Lembang Sembilan di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018) kemarin, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan berbagai kebijakan di Jakarta yang oleh sebagian orang disebut bersifat populis. Dia mengawalinya dengan membicarakan masalah besar yang ada di provinsi ini.
"Saya dapat tugas mengurus sebuah kota yang kalau ditanya warganya apa masalahnya, hampir semua berpendapat macet, banjir, betul enggak?" kata Anies.
Anies melanjutkan, uniknya saat dilakukan survei terhadap seluruh warga Jakarta, masalah pertama yang muncul adalah lapangan pekerjaan, diikuti masalah pendidikan, kesehatan, dan sampah. Anies mengatakan masalah macet dan banjir tidak muncul.
"Yang punya masalah macet itu yang sudah bekerja. Kalau yang belum bekerja, anda masih miskin, macet is not an issue," kata dia.
Tanpa disadari, kata Anies, terjadi ketimpangan sosial di Jakarta. Dia memaparkan data yang dia ketahui bahwa 3 juta warga DKI Jakarta berpenghasilan Rp 1 juta ke bawah. Satu per tiga anak di Jakarta tidak lulus SMA.
Sayangnya, masalah-masalah itu terkubur. Sebab mereka yang mengakami masalah tidak muncul suaranya ke permukaan. Karena itu, dia menyimpulkan masalah terbesar yang harus dibereskan bukan masalah yang dihadapi warga kelas menengah. Melainkan ketimpangan yang merugikan rakyat kecil.
"Tantangan terbesar di Jakarta bukan sekadar tema-tema yang dipahami kelas menengah. Tapi justru tantangan terbesar di kota ini adalah membereskan ketimpangan sosial ekonomi yang luar biasa besar," ujar Anies.
Disebut populis
Anies bercerita sering mendatangi kampung-kampung kumuh di pelosok Indonesia ketika mengelola Indonesia Mengajar. Ketika itu Anies merasa telah melihat kemiskinan. Pada saat kampanye Pilkada DKI 2017, Anies juga turun ke kampung-kampung di Jakarta.
"Saya menemukan situasi yang sangat berbeda. Rasanya saya seperti belum pernah melihat kemiskinan. Karena kemiskinan di sana dengan yang saya lihat di sini, kemiskinan di sana itu nothing," kata dia.
Di pelosok, mereka yang miskin masih menempati lahan yang luas. Ikan tersedia dan bisa dinikmati. Di Jakarta, mereka yang miskin tinggal di sepetak lahan. Berbarengan dengan 5 anggota keluarga lainnya.
Baca juga : Anies-Sandi Akan Tata Becak dan Permudah Usaha di Perumahan, Taufik Janji Revisi Perdanya
Lagi-lagi, kata Anies, masalah ini tak muncul jadi masalah utama Jakarta. Karena itu, dia bertekad kepemimpinannya harus membereskan ketimpangan dan kemiskinan.
"Dan saya menggaungkan ini berkali-kali bukan karena ini tema populis, bukan. Ini adalah Ibu Kota dan tidak boleh di Ibu Kota rencana republik tidak terlaksana," ujar Anies.
Upaya mengentas kemiskinan dan ketimpangan bisa jadi dilakukan di pelosok Indonesia. Namun, infrastruktur yang belum baik membuat upaya itu terkendala. Di Jakarta, tidak ada masalah infrastruktur. Anies mengatakan ini hanya masalah kemauan.
Itu sebabnya, Anies membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil. Dia mencontohkan kebijakan membuka kembali Jalan Thamrin untuk pengendara motor. Alasan dia membuat kebijakan itu adalah untuk pemberdayaan ekonomi.
"Dari ojek online diketahui 480.000 pengantar di Jalan Sudirman dan yang diantar itu buat yang pesan makan siang, pesan snack Bapak, Ibu," ujar Anies.
Baca juga : Siang Ini, Rambu Larangan Sepeda Motor di Jalan Protokol Akan Dicopot
Dengan melarang sepeda motor melintasi Jalan Thamrin, artinya tidak bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurut Anies, hal itu bukan keadilan. Kebijakan yang dia buat ke depan adalah yang bisa menghadirkan perasaan bahwa di Jakarta, semua mendapat kesempatan yang sama.
"Kebijakan yang kita buat bukan mengecilkan yang besar, yang besar terus semakin besar. Tetapi harus menarik yang masih kecil sehingga terbawa ke atas," ujar Anies.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.