Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Ojek Online Bicara soal Arti Solidaritas yang Sesungguhnya...

Kompas.com - 07/03/2018, 07:13 WIB
Rima Wahyuningrum,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengemudi ojek online angkat bicara soal maraknya aksi persekusi maupun main hakim sendiri yang terjadi beberapa waktu lalu.

Salah satunya kasus perusakan mobil Nissan X-Trail oleh massa ojek online di underpass Senen pada Rabu (28/2/2018) malam. Pengemudi ojek online, Gusti (35) menyayangkan aksi brutal tersebut.

"Pertama, mungkin karena situasi di lapangan kondisinya dipacu jadi panas. Kedua, kenapa sih enggak pakai kepala dingin. Itu yang kami sayangkan banget," kata Gusti.

Aksi tersebut berawal dari iring-iringan pengantar jenazah pengendara ojek online yang meninggal dunia karena kecelakaan di jalan layang Pesing.

Gusti menceritakan, perkumpulan ojek online memang memiliki jiwa solidaritas tinggi ketika ada rekan mereka yang mengalami musibah.

"Kalau pengawalan itu memang sudah komitmen kita. Solidaritas aja. Biasanya tiap komunitas punya aturan buat pengawalan jenazah. Kayak enggak boleh bikin suara sirine, kan sirine punya polisi," terang Gusti.

Baca juga : Cegah Persekusi, Polisi Kumpulkan Pengemudi Ojek Online

Pengeroyokan dan perusakan mobil Nissan X-Trail oleh para pengemudi ojek online di Underpass Senen, Jakarta. INSTAGRAM/JKTINFO Pengeroyokan dan perusakan mobil Nissan X-Trail oleh para pengemudi ojek online di Underpass Senen, Jakarta.

Namun, ia menyayangkan aksi solidaritas malam itu berubah menjadi aksi brutal karena emosi.

Hal senada dikatakan ojek online lainnya, Tiwi (31). Menurut Tiwi, massa yang melakukan perusakan tidak mengerti makna dari kata solidaritas yang diartikan sebagai ikatan kuat dalam hubungan kemanusiaan.

"Kalau ngerti arti solidaritas pasti enggak bakal begitu," kata Tiwi.

Ia berasumsi bahwa emosi pengemudi ojek online dalam aksi tersebut terpancing karena kelelahan setelah seharian bekerja dan mengantar jenazah rekannya yang meninggal dunia.

Aksi ojek online lainnya yang menjadi sorotan adalah pengeroyokan terhadap anak jalanan di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat pada 13 Febuari 2018. Enam ojek online menyerang dengan menewaskan seorang anak jalanan.

Kejadian itu juga berawal dari rasa ingin membantu teman ojek online yang pernah menjadi korban penjambretan. Namun, cara yang dilakukan mereka tidak dibenarkan.

Baca juga : Kapolsek Palmerah Gandeng Ojek Online Atasi Kasus Curanmor

Beno (50) sebagai pembina komunitas ojek online Komando Lintas Barat (KLB) Tambora mengatakan kalau pelaku bukanlah dari kelompoknya.

"Itu bukan anggota kami. Mereka oknum preman yang merusak nama baik ojek online," kata Beno.

Beno bersama anggotanya memegang komitmen untuk tidak bertindak gegabah di jalanan. Ia mengatakan, anggota dari KLB sebanyak 30 orang yang berasal dari perusahaan ojek berbeda yakni GoJek, Grab dan Uber. 

Mereka berkomitmen agar perkumpulannya bermanfaat. Misalnya, mereka melakukan aksi penggalangan dana untuk membantu korban longsor di Brebes, Jawa Tengah selama sepekan terakhir. Mereka telah mengumpulkan sekira Rp 3 juta dari target Rp 8 juta.

Beno menambahkan harapannya agar para ojek online atau dikenal dengan sebutan ojol bisa menyalurkan aksi positif.

"Menurut saya beberapa (pengemudi) ojol merasa punya pasukan dan solid. Tapi kesolidannya disalahartikan. Kalau solid ya harusnya bisa membenahi yang salah, mereka enggak perlu sembarangan bertindak," terang Beno.

Baca juga : Ojek Online Kejar Mobil X-Trail sampai Underpass Senen Sejauh 1 Km

Selain itu, ada pula pengemudi yang memilih tidak ikut kegiatan berkelompok. Supriadi misalnya, ia mengaku telah tiga tahun menjadi ojek online. Namun, ia menolak untuk mengikuti kegiatan berkelompok yang dilakukan oleh teman-temannya. 

"Saya enggak ikutan yang begitu-begitu. Saya single fighter enggak gabung kegiatan komunitas. Saya yang penting cari rezeki halal bener-bener dan istri tahu," kata Supriadi.

Ia pun enggan bergabung dengan grup aplikasi WhatsApp yang biasa digunakan komunitas untuk berkoordinasi. 

"Saya cuma ikut satu, itu juga karena tempat pangkalan dekat rumah. Tapi saya menolak buat dimasukin ke grup WA. Saya enggak mau ikutan yang kumpul-kumpul, mending pulang ke rumah," kata Supriadi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com