JAKARTA, KOMPAS.com — Bukan perkara mudah untuk menjadi seorang porter di kawasan Pasar Tanah Abang.
Selain harus memiliki tenaga yang ekstra besar, menjadi seorang porter pun harus memiliki kesabaran yang luar biasa.
Deni (38), pria asal Serang, Banten, memperbolehkan saya untuk menjalal menjadi porter dengan memikul dan menarik barang menggunakan troli di sekitar Blok B Pasar Tanah Abang.
Sebelum saya mencoba menjadi porter, Deni terlebih dahulu bercerita tentang kesehariannya. Ia setiap hari berangkat dari Serang pukul 04.00 bersama delapan rekan porter lainnya menggunakan mobil jemputan yang biasa menjemput mereka untuk menuju Tanah Abang.
Deni harus membayar ongkos pulang pergi Serang-Tanah Abang sebesar Rp 40.000. Hal itu dilakoninya sejak pertama kali menjadi porter pada tahun 2012.
Ketika tiba di Tanah Abang, Deni tak lantas bisa langsung menjadi porter. Ia terlebih dahulu mencari seseorang yang dipanggilnya "Mandor". Dari mandor itu, Deni membeli kaus seragam bertuliskan porter seharga Rp 350.000.
"Harus punya baju dulu, kita beli ke mandor, itu juga enggak selamanya, setahun bisa 2 atau 3 kali ganti, jadi setiap ganti harus beli lagi," kata Deni sambil menghisap sebatang rokok di tangan kanannya.
Baca juga : Anies Dilaporkan ke Polisi soal Tanah Abang, Biro Hukum DKI Diperiksa
Setelah mendapatkan baju seragam bertuliskan porter, tak lantas juga membuat Deni bisa langsung bekerja sebagai seorang porter.
Deni harus terlebih dahulu menyewa troli untuk mengangkut barang bawaan yang harus diantarkan ke ekspedisi maupun diantarkan dari toko ke toko.
Untuk menyewa troli, Deni harus mengeluarkan uang sebesar Rp 5.000 untuk setiap kali angkut barang.
"Pokoknya sekali angkut sewanya 5.000 perak, selesai angkut dikembalikan lagi ke yang punya," ucap Deni.
Troli itu sangat dibutuhkan Deni. Sebab, jika tidak menggunakan troli, barang bawaan berupa kain tekstil seberat 1 kwital bahkan lebih harus dipikul menggunakan punggungnya.
Saat asyik bercerita, Deni mendapatkan panggilan melalui ponselnya. Tak lama kemudian, Deni meminta saya untuk menunggu di trotoar Blok B, tempat warung kopi pertama kali saya dan Deni bertemu.
"Tunggu sebentar, si enci nyuruh antar barang, nanti saya ke sini lagi," kata Deni sambil terburu-buru masuk ke Blok B.
Setelah menunggu dari pukul 12.15, Deni terlihat membawa tumpukan karung berwarna putih menggunakan trolinya pada pukul 12.40.