Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Meretas, Satu Anggota "Surabaya Black Hat" Bisa Kantongi Rp 200 Juta Per Tahun

Kompas.com - 13/03/2018, 17:38 WIB
Sherly Puspita,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasubdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, dalam setahun, satu orang anggota peretas website Surabaya Black Hat (SBH) dapat mengantongi hasil meretas Rp 200 juta.

"Jadi rata-rata bervariasi. Ada yang Rp 20 juta, Rp 25 juta, Rp 15 juta untuk penebusan. Dalam setahun mereka bisa kumpulkan Rp 50 juta hingga Rp 200 juta," ujar Roberto di Mapolda Metro Jaya, Selasa (13/3/2018).

Roberto mengatakan, modus yang mereka lakukan adalah dengan mengirimkan email kepada admin website yang diretas. Mereka meminta tebusan jika ingin sistemnya pulih.

"Cara bayarnya dengan transfer melalui Paypal atau bitcoin baru dia (peretas) buka, dia ajari gimana caranya buka dan kembali semula. Kalau enggak mau bayar ya dirusak sistemnya," kata dia.

Baca juga : Hacker yang Retas 600 Website di 40 Negara Ternyata Mahasiswa IT Jaringan Surabaya Black Hat

Ia mengatakan, rata-rata anggota SBH telah meretas lebih dari 600 website dalam dan luar negeri.

"Banyak yang sudah diretas dan kemudian setelah kami lakukan penangkapan di Surabaya kami bawa ke Jakarta dan sekarang kami dalami kembali," ujarnya.

Argo mengatakan, tiga tersangka dalam kasus peretasan website di 40 negara, Surabaya Black Hat yang ditangkap di Surabaya, Jawa Timur, merupakan para pemuda usia 21 tahun yang masih berstatus sebagai mahasiswa.

"Jadi targetnya memang ada enam orang (tersangka) utama, tapi kemarin hanya menangkap 3, inisialnya NA, ATP dan KPS. tiga-tigaanya ini umurnya sekitar 21 tahun. Dan pekerjaannya adalah mahasiswa di bidang IT," ujarnya.

Baca juga : Polisi Tangkap Peretas 600 Situs Web dengan Tebusan Bitcoin

Menurut dia, dari tiga tersangka polisi mendapatkan informasi bahwa komunitas ini memiliki sekitar 600 hingga 700 anggota hacker lainnya yang tersebar di berbagai daerah.

"Enam orang ini adalah tersangka utamanya. Mereka mempunyai sekitar 600-700 anggota hacker di sana. dan hampir semua melakukan kegiatan itu (peretasan) dan juga ada beberapa perusahaan yang ada di Indonesia yang diretas," kata dia.

Ia mengatakan, atas perbuatannya para pelaku akan dijerat dengan Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Pakai 'Cutter' juga Lukai Warga Rusun

ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Pakai "Cutter" juga Lukai Warga Rusun

Megapolitan
Ini Tata Cara Lapor Domisili agar NIK Tidak Dinonaktifkan

Ini Tata Cara Lapor Domisili agar NIK Tidak Dinonaktifkan

Megapolitan
Kunjungi Posko Pengaduan Penonaktifan NIK di Petamburan, Warga: Semoga Tidak Molor

Kunjungi Posko Pengaduan Penonaktifan NIK di Petamburan, Warga: Semoga Tidak Molor

Megapolitan
Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Megapolitan
Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Megapolitan
Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Megapolitan
Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Megapolitan
Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Megapolitan
Polisi Temukan 'Tisu Magic' dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Polisi Temukan "Tisu Magic" dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Video Pencurian Mesin 'Cup Sealer' di Depok Viral di Media Sosial

Video Pencurian Mesin "Cup Sealer" di Depok Viral di Media Sosial

Megapolitan
Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Megapolitan
Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Selain Sepi Pembeli, Alasan Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Pepaya karena Pasokan Berlimpah

Selain Sepi Pembeli, Alasan Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Pepaya karena Pasokan Berlimpah

Megapolitan
SDA DKI Bangun 5 Polder Baru dan Revitalisasi 2 Pompa 'Stasioner' untuk Tanggulangi Banjir

SDA DKI Bangun 5 Polder Baru dan Revitalisasi 2 Pompa "Stasioner" untuk Tanggulangi Banjir

Megapolitan
Gibran Kunjungi Rusun Muara Baru, Warga: Semoga Bisa Teruskan Kinerja Jokowi

Gibran Kunjungi Rusun Muara Baru, Warga: Semoga Bisa Teruskan Kinerja Jokowi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com