Emperan pasar dan toko pun tak jarang menjadi kamar tidurnya. Untuk urusan mandi dan buang air besar atau air kecil, Sertani menumpang di kamar mandi umum atau toilet masjid.
Jerih payah Sertani menbuahkan hasil, keempat anaknya kini sudah berkeluarga dan hidup mandiri.
"Alhamdulillah anak-anak sekarang sudah besar," kata Sertani.
Memasuki dekade 2010-an, kehidupan Sertani tidak semakin mudah. Kemunculan ojek online dan meningkat pesatnya jumlah kendaraan pribadi membuat pendapatannya sebagai tukang becak tergerus.
Ia mengatakan, dirinya rata-rata mengantongi uang Rp 40.000 setiap hari. Kadang lebih tetapi tak jarang kurang dari angka itu. Ia sendiri menargetkan penghasilan sebesar Rp 50.000 setiap hari.
"Mau bagaimanapun mesti dapat itu Rp 50.000, disimpan khusus buat di kampung. Kalau buat makan sehari-hari ya lebihnya aja, kalau kurang kita seadanya aja, paling kita ngutang di warung," kata Sertani.
Demi memperoleh Rp 50.000 sehari, Sertani bekerja dari sebelum matahari terbit hingga matahari terbenam. Setiap pukul setengah enam pagi, ia sudah bersiaga di Pasar Telukgong mencari penumpang.
Ia baru memarkirkan becaknya pada pukul 20.00 WIB, ketika Pasar Telukgong sudah tutup. Sambil menunggu penumpang, ia mengisi harinya dengan ngobrol bersama tukang-tukang becak lainnya.
"Yah kalau siang begini paling ngobrol-ngobrol aja sama teman-teman. Paling senang kalau ada teman-teman, kawan-kawan gini bisa ngobrol atau bercanda. Kalau sendiri ya paing tidur. Yang penting seneng," katanya.
Puluhan tahun jadi penarik becak, Sertani berharap nasibnya dapat diperhatikan pemerintah.
"Harapannya ya kita bisa narik terus, nariknya lancar. Jangan banyak-banyak digaruklah (ditagkap)," kata Sertani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.