Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujaran "Koplak" dan "Edun" yang Buat Asma Dewi Divonis 5 Bulan 15 Hari Penjara

Kompas.com - 16/03/2018, 07:21 WIB
Nursita Sari,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memvonis perkara yang menjerat Asma Dewi pada Kamis (15/3/2018).

Asma Dewi dinilai melanggar Pasal 207 KUHP terkait penghinaan pada penguasa atau badan hukum.

Ia dijatuhkan hukuman 5 bulan 15 hari penjara. Hukuman itu dikurangi lamanya masa tahanan yang telah dijalani Dewi sebelum perkaranya diputus majelis hakim.

"Menjatuhkan pidana atas terdakwa itu dengan pidana penjara selama 5 bulan 15 hari," ujar Ketua Majelis Hakim Aris Bawono membacakan surat putusan di ruang sidang 4 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Baca juga : Asma Dewi Divonis 5 Bulan 15 Hari Penjara

Ada hal-hal memberatkan dan meringankan vonis Dewi. Hal yang memberatkan yakni Dewi dinilai tidak menghormati alat-alat kekuasaan negara.

Sementara hal yang meringankan adalah Dewi bersikap sopan selama persidangan, tidak menyulitkan jalannya persidangan, dan belum pernah dihukum sebelumnya.

Terdakwa Asma Dewi seusai divonis 5 bulan 15 hari oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/3/2018).KOMPAS.com/NURSITA SARI Terdakwa Asma Dewi seusai divonis 5 bulan 15 hari oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/3/2018).

Ujaran koplak dan edun

Majelis hakim memutuskan Dewi melanggar Pasal 207 KUHP karena penggunaan kata "koplak" dan "edun" dalam postingannya di Facebook.

Saat itu, Dewi menggunakan kedua kata tersebut untuk mengkritik mahalnya harga daging dan pemerintah yang dianggapnya tidak memberikan solusi.

Baca juga : Asma Dewi Divonis Bersalah karena Gunakan Ujaran Koplak dan Edun

Namun, majelis hakim menganggap kata koplak dan edun bukanlah bentuk kritikan, melainkan penghinaan.

"Kritik yang baik dan sifatnya membangun bukanlah dengan kata-kata koplak atau edun yang dapat dikategorikan menghina dari pasal ini (Pasal 207 KUHP)," kata Aris.

Ia mengatakan, kata koplak dan edun tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Majelis hakim berpandangan kedua kata itu berkonotasi negatif dan bentuk penghinaan.

"Koplak bisa mempunyai banyak arti, dapat diartikan bodoh, dungu, aneh, otak miring sebelah. Sedangkan edun, menurut hemat majelis, plesetan dari kata edan," ucapnya. 

Terdakwa Asma Dewi memeluk penasihat hukumnya, Nurhayati, seusai divonis 5 bulan 15 hari oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/3/2018).KOMPAS.com/NURSITA SARI Terdakwa Asma Dewi memeluk penasihat hukumnya, Nurhayati, seusai divonis 5 bulan 15 hari oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/3/2018).

Menangis dan bersyukur

Dewi tampak menangis setelah mendengar putusan majelis hakim. Dengan mata memerah, dia lalu tampak tersenyum. Dewi mengaku bersyukur dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim.

Halaman:


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com