Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babak Baru Kasus Ujaran "Koplak" dan "Edun" yang Jerat Asma Dewi

Kompas.com - 23/03/2018, 10:29 WIB
Nursita Sari,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Asma Dewi telah dijatuhi hukuman 5 bulan 15 hari penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dia dinyatakan terbukti melanggar Pasal 207 KUHP terkait penghinaan kepada penguasa atau badan hukum karena menggunakan kata "koplak" dan "edun" saat mengkritik pemerintah melalui akun Facebook-nya.

Meski telah divonis, perjalanan kasus Asma Dewi belum berakhir. Kasus yang menyeret namanya itu memasuki babak baru setelah jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding.

Jaksa Dedyng W Atabay mengajukan banding atas putusan majelis hakim terhadap Asma Dewi pada Senin (19/3/2018).

Baca juga: Jaksa Ajukan Banding, Pihak Asma Dewi Siapkan Kontra Memori Banding

Dedyng menjelaskan, jaksa mengajukan banding dengan alasan vonis majelis hakim tak sesuai dengan tuntutan mereka.

"Pasal dan pidana (tidak sesuai)," kata Dedyng, Kamis (22/3/2018).

Vonis majelis hakim memang lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni hukuman 2 tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara.

Jaksa menilai, Dewi terbukti melanggar Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dewi dinilai telah menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kebencian.

Baca juga: Jaksa Ajukan Banding atas Vonis Hakim terhadap Asma Dewi

Asma Dewi tak ajukan banding

Terdakwa Asma Dewi menangis sambil tersenyum seusai divonis 5 bulan 15 hari oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/3/2018).KOMPAS.com/NURSITA SARI Terdakwa Asma Dewi menangis sambil tersenyum seusai divonis 5 bulan 15 hari oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/3/2018).
Keputusan jaksa untuk banding berbeda dengan keputusan Asma Dewi. Penasihat hukum Asma Dewi, Nurhayati, menyebut kliennya tidak mengajukan banding dengan alasan Dewi tak perlu lagi menjalani masa tahanan dengan vonis tersebut.

Sebab, hukuman 5 bulan 15 hari telah dijalani Dewi sejak ia ditangkap hingga masa tahanannya habis pada Februari lalu.

"Dengan vonis 5 bulan pun sudah alhamdulillah bagi kami, sudah habis masa tahanan, sudah selesai. Jadi, tidak ada penambahan masa tahanan," ujar Nurhayati.

Baca juga: Divonis 5 Bulan 15 Hari Penjara, Asma Dewi Tak Ajukan Banding

Nurhayati telah mengetahui rencana banding yang diajukan jaksa atas putusan majelis hakim. Dia menyebut, pihaknya akan menyiapkan kontra memori banding.

"Jaksa sudah (ajukan) banding pada 19 (Maret) dan kami tinggal menanggapi dengan kontra memori banding," ucapnya.

Berawal dari Saracen

Terdakwa Asma Dewi seusai membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2018).KOMPAS.com/NURSITA SARI Terdakwa Asma Dewi seusai membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2018).
Asma Dewi ditangkap polisi pada September 2017 karena diduga mengunggah konten berbau ujaran kebencian dan diskriminasi SARA di akun Facebook-nya.

Mulanya, polisi menyebut ada aliran uang dari Dewi ke kelompok Saracen, pengunggah konten berisi ujaran kebencian dan hoaks, sebesar Rp 75 juta.

Baca juga: Asma Dewi Bantah Transfer Rp 75 Juta untuk Saracen

Namun, hal tersebut tidak disebutkan dalam dakwaan yang dibacakan jaksa dalam persidangan.

Dewi telah membantah soal uang itu dan menyatakan tak ada hubungan dengan kelompok Saracen.

Dia bahkan mengaku tidak pernah tahu Saracen dan kegiatan yang dilakukan kelompok itu. Dewi merasa jadi korban perundungan (bullying) akibat tuduhan polisi itu.

Kompas TV Terdakwa Asma Dewi divonis 5 bulan 15 hari penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com