JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 75 persen warga Rumah Susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, disebut menunggak biaya sewa bulanannya.
Hal itu diungkapkan Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Marunda Yasin Pasaribu saat dihubungi Kompas.com, Senin (2/4/2018). Ia mengatakan, tunggakan tersebut telah mencapai angka miliaran rupiah.
"Memang benar kalau ada yang menunggak. (Angka) pastinya saya belum tahu berapa, tetapi kayaknya sepuluh koma sekian miliar-lah itu," kata Yasin.
Menurut Yasin, tingginya tunggakan sewa tersebut tidak melulu disebabkan rendahnya penghasilan para penghuni rusun. Ia menyoroti bahwa ada sejumlah penghuni rusun yang memang enggan membayar tagihan rusun.
Baca juga: Tunggakan Sewa di Rusun Marunda Capai Rp 10 Miliar
"Sebenarnya itu semua karena niat, kan? Kalau hitungannya dia merokok satu hari tiga bungkus, itu sudah hampir Rp 75.000, kan?" kata Yasin.
Yasin mengatakan, biaya sewa Rusun Marunda berkisar di angka Rp 150.000 per bulannya tergantung luas dan ketinggian lantai unit tersebut.
Ia menambahkan, jumlah tunggakan terbanyak oleh seorang warga mencapai angka Rp 30 juta.
"Itu sudah sekitar tiga tahun nunggak-nya," kata Yasin.
"Itu mah pada nyepelein aja, dikira murah sedikit-sedikit, tapi jadi gunung. Kalau saya mending dicicil sedikit demi sedikit tiap bulaannya. Kalau tiba-tiba langsung ditagih berapa juta, ya, langsung habis duit kita. Makanya dicicil saja sekalian menabung," katanya.
Baca juga: Tutupi Tunggakan, Penghuni Rusun Pulogebang Diberdayakan Membuat Batik
Isu pemutihan
Yasin menjelaskan, isu pemutihan atau pelunasan utang secara cuma-cuma yang sempat beredar di kalangan warga rusun membuat mereka semakin malas membayar tagihan.
Namun, isu pemutihan yang disebut berasal dari anggota DPRD tak kunjung terealisasi. Akibatnya, jumlah tunggakan warga semakin membengkak ditambah dengan denda atau bunga yang tidak sedikit.
"(Dendanya) itu tunggakan pertama, kedua, ketiga semakin besar, jadi semakin lama nunggak-nya, semakin besar dendanya. Dendanya ini sudah lebih besar dari pokok utang," kata Yasin.
Baca juga: Pengelola Sebut Penghuni Malas Bayar Sewa Rusun Marunda karena Isu Pemutihan
Yasin juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melempar wacana pemutihan tersebut. Menurut dia, hal itu tidak memberi keadilan bagi warga yang rutin membayar.
Bahkan, tak jarang pihak pengelola ingin melakukan penindakan terhadap warga rusun yang menunggak pembayaran. Namun, kegiatan itu selalu gagal dilaksanakan karena menimbulkan kegaduhan.
"Kami sudah kirim surat (peringatan) kesatu, kedua, ketiga, terkait hutangnya tidak terealisasi. Sebelum eksekusi sudah pada demo ke DPRD, ke Gubernur, ke mana-mana, sehingga akhirnya urung dilakukan," kata Yasin.
Baca juga: Tunggakan Rumah Susun di DKI Jakarta Mencapai Rp 35 Miliiar
"Belum ada (langkah pengusiran), paling kami hanya bersurat. Prosedur untuk melakukan penindakan itu kita ada, eksekusinya yang belum," katanya.
Butuh dukungan
Menurut Yasin, pihaknya butuh dukungan dan perlindungan untuk melakukan pengosongan unit rusun bagi warga yang menunggak. Sebab, kata Yasin, secara aturan UPRS berhak memberikan sanksi tersebut.
"Saya ini posisinya serba salah. Makanya kalau saya didukung sesuai dengan aturan, ya, sudah kami tindak, tetapi kan banyak kepentingan di situ," kata Yasin.
Baca juga: Cara Efektif Pengelola Rusun Tambora Tagih Tunggakan Sewa Penghuni Rp 1,1 Miliar
Untuk itu, Yasin mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengkaji budaya hidup masyarakat yang tinggal di rusun. Hasil kajian itu nantinya akan mejadi dasar untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi masalah tunggakan rusun.
Ia menambahkan, UPRS Marunda akan menerima segala hasil kajian tersebut, termasuk bila harus menertibkan para penghuni yang menunggak biaya sewa.
"Saya hanya menunggu, kalau instruksinya ditertibkan, ya, saya siap. Tapi, kan, harus ada solusi dan pendukung saya," kata Yasin.