JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Polri Komjen Pol Syafruddin mengatakan, kasus miras oplosan yang menewaskan banyak korban, bukanlah fenomena baru.
Namun, Syafruddin menyebut metode yang digunakan para pelaku itulah yang baru.
"(Miras oplosan) ini kejahatan lama, tapi metode baru. Kejahatan ini sudah lama berada di tengah-tengah masyarakat, untuk eksperimen sana-sini, untuk uji coba, tapi metodenya baru dan sangat merugikan," ujar Syafruddin saat konferensi pers soal miras oplosan di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Rabu (11/4/2018).
Saat ditanya soal metode baru yang dimaksud, Syafruddin tak menjelaskannya. Dia meminta, semua pelaku yang terlibat dalam kasus miras oplosan itu dihukum maksimal.
Baca juga : Korban Meninggal akibat Miras Oplosan di Jabar Jadi 52 Orang
Syafruddin juga meminta jajarannya menuntaskan kasus peredaran miras oplosan ini dalam satu bulan, sebelum bulan Ramadan. Termasuk meminta jajarannya melakukan pencegahan agar kejadian itu tidak terulang.
Menurut Syafruddin, pencegahan tidak bisa hanya dilakukan Polri, tetapi juga harus melibatkan kementerian dan lembaga pemerintahan yang lainnya.
"Kalau hanya masalahnya yang diselesaikan, artinya case-nya, itu tidak akan menyelesaikan masalah, nanti bulan depan, habis Lebaran, muncul lagi. Sistemnya yang dihabisi (harus dibenahi)," kata Syafruddin.
Baca juga : Wakapolri Usulkan Kasus Miras Oplosan Dibahas dalam Sidang Kabinet
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Muhammad Iqbal menyampaikan, metode baru yang dimaksud Syafruddin yakni soal racikan miras oplosan tersebut.
"(Yang baru) racikannya itu. Tahu enggak, mereka (pelaku) masa ada pakai alkohol, metanol, spiritus, autan, sehingga itu mencampur, mereka enggak tahu efek kimia yang timbul," ucap Iqbal, saat ditemui terpisah.
Kasus miras oplosan ini telah menimbulkan puluhan korban tewas, di antaranya 31 orang meninggal di Jakarta dan Bekasi, kemudian 51 orang meninggal di wilayah hukum Polda Jawa Barat.