JAKARTA, KOMPAS.com - Ruang jenazah RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, dijaga ketat, Rabu (9/5/2018).
Berdasarkan pantauan Kompas.com, garis polisi terpasang di sisi timur dan selatan menuju ruang jenazah RS Polri.
Sejumlah polisi berjaga di sekitar ruang jenazah.
Awak media tidak diperbolehkan melintasi garis polisi yang telah dipasang.
Baca juga: Wiranto Anggap Masalah di Mako Brimob Menyangkut Keamanan Nasional
Alhasil awak media hanya dapat mengamati situasi sekitar ruang jenazah di sisi timur ruangan.
"Kami pasang garis polisi sejak pagi, sekitar pukul 09.00," ujar seorang petugas saat ditemui di sekitar ruang jenazah RS Polri, Rabu.
Menurut petugas yang enggan disebutkan namanya tersebut, sejumlah ambulans sudah memasuki sekitar ruang jenazah beberapa jam lalu.
Baca juga: Wiranto Sebut Ada Korban Tewas Terkait Kerusuhan di Mako Brimob
"Saya tidak tahu persis jam berapa, tetapi sudah ada ambulans masuk, ada enam kantong jenazah kalau tidak salah," kata dia.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengungkapkan adanya korban tewas dalam peristiwa kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
"Ya, kalau sudah ada yang terbunuh kan, ya, urgen," ucap Wiranto kepada wartawan.
Baca juga: Pasca-Rusuh Mako Brimob, Panglima TNI hingga Dirjen Lapas Datangi Wiranto
Seperti dikutip Kompas.id, insiden di Mako Brimob, Selasa (8/5/2018) malam, diduga diawali oleh tahanan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) asal Sumatra Selatan (Sulsel) Wawan Kurniawan alias Abu Afif.
Berdasarkan informasi dari sumber di kepolisian, Wawan yang tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (8/5/2018), dibesuk keluarganya yang juga membawa makanan untuk Wawan.
Namun, pengawal dari kepolisian melarang pemberian makanan itu dan Wawan marah.
Baca juga: Usai Reses, Komisi III DPR Berencana Panggil Jajaran Mako Brimob
Sudah jamak diketahui di kalangan aparat, termasuk di lembaga pemasyarakatan bahwa tahanan atau nara pidana (napi) teroris kerap kali mendapatkan barang-barang selundupan yang dilarang aparat dari keluarga atau penjenguk, termasuk melalui makanan.
Barang tersebut, sekalipun tidak berbahaya, tak jarang berupa surat atau catatan, dari sesama anggota jejaring terorisme yang diindikasi cukup berisiko ketika menjadi cara mereka menebar pemahaman ekstrem/radikal.